Minggu, 29 Oktober 2017

Gu Fang Bu Zi Shang -- 3.75 (ekstra)

-- Volume 3 chapter 75 --



Kacau karena kecantikan bisa disebabkan oleh nafsu birahi dan keharuman. Bagaimanapun dua hal itu sangat berbeda, dan seharusnya tidak ditulis berdampingan.

Semua transaksi dagang berjalan baik.

Kedamaian terlihat dimana-mana dan dunia dalam masa keemasan. Kekacauan yang melanda empat negara diingat sebagai peristiwa yang memakan nyawa luar biasa banyak. Kalau saja Kaisar saat ini yaitu Panglima Zhen Beiwang yang terkenal tidak memutuskan untuk turun gunung dan menyelesaikan kekacauan serta menyatukan seluruh negara, entah berapa tahun lagi baru bisa melihat kota yang sangat sibuk seperti ini.

Sebuah tangan ramping membuka tirai kereta, dan membiarkan suara kebisingan dari luar terdengar di dalam. Ada suara orang menawarkan barang dagangannya, tertawa, dan suara seorang nyonya muda sedang menawar makanan. Sungguh berisik.

Sepasang mata yang cermelang, memandang dengan kagum pemadangan di luar kereta sebelum akhirnya kembali ke kegelapan di dalam kereta.

Kereta itu sangat indah dan mewah dengan ornament yang terbuat dari emas dan perak. Bahkan para kuda penariknya menggunakan tali kekang berlapis perak. Bersama delapan belas penjaga yang menunggangi kuda berjalan disekitar kereta, mereka berderap maju melewati daerah yang ramai itu.

Seorang pria dan wanita duduk di dalam kereta, dan mereka bukan bangsawan biasa. Si wanita usianya baru beranak dewasa, ia memiliki wajah yang cantik seperti bunga plum yang sedang mekar. Bibirnya sudah berwarna kemerahan meski tanpa pewarna bibir. Ia memiliki aura kebangsawanan yang membuat semua orang terpaku.

Ia adalah Putri dari Kediaman Weihao yang berada jauh disana. Putri itu bernama Yin Luo, yang paling cantik di seluruh Kediaman. Karena kepintarannya ia menjadi yang paling disayang oleh Kepala Keluarga Weihao.

Yang pria adalah kakak laki-lakinya Yin Ti. Mereka dua bersaudara datang dari tempat yang sangat jauh dengan membawa banyak sekali harta berharga, datang ke tempat ini untuk urusan yang sangat penting yang menyangkut masa depan keluarga Weihao.

“Apa yang adik pikirkan?” Yin Ti bertanya.

Yin Luo menimbang agak lama, lalu menjawab, “Aku sedang menerka-nerka, seperti apa wajah Kaisar negara Ting ini. Kisah kepahlawanannya sudah beredar diseluruh penjuru selama bertahun-tahun, jadi, pria itu, saat ini pasti sudah tua.”

Yin Ti terkekeh mendengarnya, “Mengapa adik bisa menyimpulkan seperti itu? Kaisar ini adalah Panglima perang terkenal sejak muda, ia memimpin pasukan untuk menjaga kedamaian Dong Lin sejak usia lima belas tahun dan melewati peperangan yang tak terhitung jumlahnya. Musuh-musuhnya akan gemetar ketakutan begitu mendengar namanya. Setelah itu, entah karena apa, dia tiba-tiba menghilang, kabarnya ia menyepi tinggal di tengah gunung meninggalkan segala permasalahan dunia. Setelah semua Jendral dari empat negara dikalahkan dan dunia dalam kekacauan, ia akhirnya turun gunung, membereskan kekacauan itu, lalu medirikan negara Ting. Pasukan Ting baru didirikan selama enam tahun, dan kalau kau jumlahkan semuanya, sang Kaisar baru berumur diatas tiga puluhan, puncak usia seorang pria.”

Yin Luo ragu apakah perkataan kakaknya bisa dipercaya. Ia menyingkap tirai dan melihat ke luar lagi, dan tiba-tiba berkata, “PasukanTing.”

“Kenapa?”

“Pasukan Ting?”

Wajah Yin Ti tiba-tiba terkejut, ia meminta kusir kereta untuk berhenti. Ia berbisik si samping Yin Luo, “Ada masalah apa?” lalu ia mengikuti arah pandangan Yin Luo diluar.

Terdapat bangunan restoran besar bertingkat tiga di pinggir jalan. Sebuah bendera besar terpasang di dalam ruangan tengah di depan pintu masuk. Bendera itu bertuliskan, “Kesalahan masa lalu diceritakan dan saling bertukar kisah kepada yang melintas.” Seorang pria yang terlihat seperti pendongeng menggelengkan kepalanya sambil duduk, ia dikelilingi oleh orang-orang yang membentuk lingkaran yang penasaran dengan apa yang akan ia katakan. Sepertinya sang pemiliki restoran sengaja mengundang sang pendongeng untuk menarik orang-orang agar mereka tertarik padanya, sehingga sang pendongeng akan lebih dikenal.

“Pinggirkan kereta, agar kita lebih dekat.”

“Adik..”

“Aku tidak akan mengacau, kita masih punya banyak waktu.” Yin Luo mengerakan bibirnya untuk tersenyum pada kakaknya.

Begitu Yin Li melihat adiknya tersenyum manis, ia tidak ingin mengecewakannya, jadi ia memerintahkan para penjaga untuk berhenti dan menunggu. Begitu kereta dipinggirkan dekat restoran, ia memerintahkan sang kusir untuk memberikan sejumlah uang dan arak pada sang kepala restoran agar bersedia meminta sang pendongeng untuk berbicara lebih keras sehingga mereka yang berada di kereta bisa ikut mendengarnya juga.

Saat itu kisah yang dibawakan sedang berada di bagian yang paling menarik.

“Ketika sang Kaisar saat ini membaca surat yang menjelaskan tentang situasi yang sangat kacau yang sedang berlangsung saat itu di seluruh empat negara, meskipun alismatanya berkerut lama sekali, tapi ia tidak mau mengubah pendiriannya. Ia memberitahu bawahannya, ‘Aku sudah tidak peduli dengan semua hal ini, apapun yang akan kau katakan tidak akan berguna’. Dari kata-katanya, ia menunjukan kalau ia tidak akan setuju untuk turun gunung.”

Mendengarnya, orang-orang yang mengelilingnya berubah ekspresi. Mereka menghela napas, lalu seseorang berteriak, “Mengapa Kaisar kita tidak mau turun gunung? Dunia sudah sangat kacau begitu.”

“Mengapa kau khawatir? Kalau Kaisar kita sampai akhir, tetap tidak turun gunung, darimana kita mendapatkan kedamaian saat ini?” Sang pendongeng tertawa kecil dan ia meneguk tehnya beberapa kali untuk menyegarkan tenggorokannya. Lalu ekspresinya berubah total, “Begitu bawahannya mendengar ucapannya, mereka mejadi panik, ‘Mengapa Tuan tetap tidak mau melakukan apapun pada saat seperti ini?’ Tapi dalam kepanikannya, si bawahan memikirkan sebuah ide hebat. Ia mengatakan pada Kaisar kita, ‘Meskipun banyak pahlawan di bawah langit ini, tapi Tuan satu-satunya yang bisa menyelamatkan Nona Bai, Nona Bai saat ini berada dalam bahaya, kalau Tuan tidak segera menolongnya, ia tidak akan bertahan.’ Begitu Kaisar mendengarnya, ekspresi wajahnya langsung berubah total. Matanya membelak dan ia berteriak, ‘Siapa yang berani menyaikti Permaisuri! Aku akan membunuhnya!”

Sang pendongeng menatap dengan marah, menyentuh hati pendengarnya. Tiba-tiba sebuah suara tawa ringan memilih jeda ini untuk terdengar. “Kau berbohong, jangan menambahkan sesuatu seperti itu dalam ceritamu. Pasukan Ting masih belum terbentuk, bagaimana sang bawahan tahu, kalau Nona Bai yang akan menjadi Permaisuri?”

“Huuh, tidak ada yang berpikir kau pintar kalau kau cukup sopan untuk tetap diam, kata-katamu akan terasa kosong.” Sang pendongeng menjadi serius kembali, “Tentang Nona Bai, kisahnya jauh lebih luar biasa. Ia tumbuh besar di lingkungan Kediaman Jin Anwang dari Gui Li, bisa bernyanyi dan menari dengan indah sejak kecil. Kesampingkan kemampuan luar biasanya dalam bermain kecapi, ia mendapat berkah yang hanya diperuntukan bagi para pria, yaitu mempelajari seni perang. Seorang peramal mengatakan ia adalah dewi yang turun dari langit, untuk membantu manusia. Setelah Raja Gui Li mengetahui hal ini, ia menurunkan perintah menjadikan Nona Bai sebagai selirnya, tapi ketika Nona Bai menemui Raja Gui Li, ia berkata, ‘Anda tidak pantas untukku, aku akan menikahi penguasa sejati umat manusia. Setelah itu, ia memilih Kaisar kita, tidakkah kau lihat betapa hebat penilaiannya?”

Yin Li yang duduk di dalam kereta sambil mendengarkan ttiba-tiba terkekeh, “Sungguh dibesar-besarkan, kalau seorang wanita tidak terkalahkan dalam hal apapun, maka ia tak lebih dari seekor monster.”

Seseorang berkata lagi dengan pelan, “Tuan, kau bilang Permaisuri kita adalah Dewi yang turun dari langit, jadi wajahnya pasti cantik sekali, benar kan?”

“Tentu saja, kecantikannya sangat halus.” Si pendongeng menunjukan wajah kagum dan memuji, “Ia seperti warna terbaik di dunia, tak ada yang bisa menjadi tandingannya. Wajahnya anggun bagai bunga, suaranya bagai burung. Dulu, waktu masih muda, Kaisar kita sering bertemu wanita cantik, tapi begitu ia melihat Permaisuri, hanya dengan satu kali menatapnya ia melupakan semua wanita-wanita itu, tinggal wajah sang Permaisuri yang berada di matanya.”

“Benarkah?” seorang pria tua agak mencurigainya, “Kudengar dulu Raja dan Permaisuri kita saling berperang di perbatasan Bei Mo, setidaknya itulah yang dikatakan Pendongeng Zhang atau sesuatu seperti itu.” Dan sepertinya orang-orang yang lainpun mendengar hal yang sama dan mereka semua menangguk setuju.

“Bohong!” si pendongeng menyeringai, “Kaisar dan Permaisuri adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Bagaimana mungkin mereka saling berhadapan di medan perang? Jangan dengarkan omong kosong si Zhang itu.”

Percekcokan terus berlangsung, dan tirai jendela kereta perlahan mulai di turunkan.

“Tak ada yang penting, ayo pergi.”

Kuda-kuda mulai melangkah perlahan.

Tak lama kemudian, rombongan itu sudah keluar dari kota kecil itu. Di kejauhan mereka melihat sebuah jalan terhampar. Di sebelah kanan jalan terhampar rumput hijau yang lebat, dan jalan itu seperti tanpa ujung.

Yin Li memperhatikan adiknya, mereka telah berjalan jauh dalam diam sampai akhirnya ia memulai pembicaraan, “Jangan dengarkan omong kosong si pendongeng, tidak ada Dewi. Tak peduli secantik apapun sang Permaisuri, tidak akan secantik adikku. Bahkan kalau ia lebih cantik darimu, bagaimana mungkin ia tetap cantik setelah ia semakin tua? Begitu kau memasuki istana, aku yakin hati Kaisar akan terikat kuat padamu.”

Pandangan Yin Luo berbalik menatap Yin Li dengan dingin. Yin Li masih menganggap perkataannya benar sampai ia melihat tatapan dingin adiknya yang seperti mencabik-cabik jantungnya. Dan ia segera terdiam.

“Pasukan Ting terlalu kuat. Negara Ting memiliki kuda yang kuat dan juga para prajuritnya untuk tetap mempertahankan kesatuan empat negara. Meskipun Kediaman Weihao kita berada sagat jauh, mereka tetap merupakan salah satu ancaman. Ayah benar, mengatur pernikahan seperti ini mungkin satu-satunya jalan melindungi rumah kita.” Yin Luo menghela napas pelan, ia tersenyum getir, “Yin Luo hanya khawatir, Kaisar mungkin tidak akan terperangkap oleh kecantikan. Dan kalau itu benar, maka perjalanan ini akan menjadi sia-sia.” Dalam pikirannya tiba-tiba terlintas sesuatu. Ia berguman dengan pucat, “Pasukan Ting? Negara Ting?...... Nama Permaisuri itu? Bukankah Pingting?”

Yin Li menjadi tidak tenang ketika mendengarnya, ia memaksa sebuah senyuman di wajahnya untuk menenangkan adiknya, “Tolong jangan merasa kalah dulu adikku, aku yakin para pria di bawah langit ini tidak akan mengabaikan kecantikanmu. Kaisar juga seorang pria, dan Permaisuri usianya sudah hampir tiga puluh. Mereka seharusnya sudah jenuh satu sama lain karena usia pernikahan yang begitu lama, sudah waktunya untuk menemukan cinta baru. Selama kau mempercayai kecantikanmu sendiri untuk kebaikan, tak ada yang perlu di takutkan….”

“Tak ada yang perlu dibahas lagi kakak.” Yin Luo berbalik, “Kita akan tahu begitu kita bertemu Dewi luar biasa milik Kaisar ini. Aku sudah punya rencana sendiri.”

Di udara lembab, langkah kaki kuda terus berderap.

Diluar jendela, hutan liar tidak terbatas. Tujuan perjalanan mereka, ibukota negara Ting, seharusnya berada di ujung jalan ini.

Keluarga Weihao adalah keluarga termasyur yang berada jauh disana. Para prianya ahli beda diri dan  terlatih dalam pertarungan sedangkan para wanitanya sangat cantik, ramping dan lembut. Mereka memiliki pahlawan dan wanita cantik, karena Kediaman mereka menyatakan status kebangsawanan mereka, mereka jarang diserang oleh yang lainnya dan tidak takut dengan orang luar, sehingga mereka bisa mengumpulkan banyak harga berharga selama beberapa generasi.

Hanya saja sang Kaisar Negara Ting ini memiliki kekuatan yang luar biasa besar dan masih tergolong muda, sehingga cukup untuk membuat para tetua Kediaman Weihuo merasa takut dan terancam. Dan pada akhirnya mereka harus mengirim si cantik yang merupakan harta berharga keluarga Weihao yang belum pernah ada sebelumnya.

Setelah melewati perjalanan sepanjang malam sekali lagi, rombongan mereka, akhirnya mencapai ibukota Negara Ting.

Yang bertugas menyambut mereka adalah orang kepercayaan Kaisar sendiri sang Jendral Macan yang bernama Moran. Moran berada diatas kudanya berada di paling depan barisan, ia segera memimpin rombongan itu ke istana yang mewah dan megah. Moran turun dari kudanya dan berjalan ke sisi samping kereta, ia berkata dengan agak keras, “Tuan Putri, silakan turun. Kaisar telah memerintahkan hamba untuk menyambut Tuan Putri dan membawa Tuan Putri bertemu Permaisuri.”

Di dalam kereta, Yin Luo dan Yin Li terkejut mendengarnya, mereka saling menatap denga putus asa.

Yin Li bertanya dengan penasaran, “Kita sudah datang sejauh ini dan bendera kita masih belum diturunkan, mengapa Kaisar tidak bersedia menemui kita terlebih dahulu, malah meminta kita bertemu Permasuri? Untuk apa pertunjukan kekuasan ini, disaat kita baru saja tiba?” wajahnya menunjukan ekspresi kesal.

“Apa yang perlu ditakutkan Yin Luo, berada di tempat yang kewenangan sepenuhnya berada di tangan sang istri?” Yin Luo tersenyum masam, keanggunannya bersinar menyelubunginya.

Yin Li mempertimbangkan, “Bagus adik, seperti itulah seharusnya dirimu. Jangan kacaukan Kediaman Weihou, Putri Pertama yang termasyur.” Ia berdiri dan membantu Yin Luo turun dari kereta. Yin Luo mengenakan pakaian lengkapnya yang mewah.

Moran segera menghentikan Yin Li, “Permaisuri hanya menunggu Tuan Putri, silakan, sebelah sini, Tuan Putri.”

Yin Li memberikan tatapan tidak senang pada Moran dan hendak mengatakan sesuatu tapi Yin Luo segera berkata dengan yakin, “Jangan khawatir kakak, aku memang harus masuk sendiri ke istana ini cepat atau lambat.”

“Ingatlah, tak ada yang menandingi kecantikanmu. Tak ada yang lebih pantas selain kau yang berhak mendapatkan kasih sayang Kaisar.” Yin Li mengenggam tangan Yin  Luo dengan erat sambil berbisik.

Yin Luo membalas tatapan kakaknya dan ia mengangguk, “Yin Luo akan selalu mengingatnya.”

Langkah demi langkah, ia mengikuti Moran tanpa suara, setiap langkah yang diambilnya membawanya semakin ke dalam, ke istana.

Yin Li menunggu selama tiga hari di sebuah rumah peristirahatan yang disiapkan untuk menjamu tamu penting yang berasal dari kalangan keluarga bangsawan. Ia belum mendengar kabar apapun dari Yin Luo, sama sekali. Bagaimana keadaannya? Apa ia telah bertemu Kaisar dan mendapatkan hatinya? Apa ia sudah berhasil melewati kekuasaan sang Permaisuri?

Tak satu katapun diterimanya.

Dan akhirnya sang Kaisar mengundangnya, Kaisar menerima surat dari Kepala Keluarga Weihao dan berbagai hadiah lainnya dan sebagai balasan Kaisar juga memberikan banyak hadiah kepada Keluarga Weihao.

Sang Kaisar, si pemilik kekuasaan luar biasa ini, sungguh diluar dugaan. Sangat muda dan tampan, sama sekali tidak terlihat seperti pria berusia tiga puluhan.

Yin Li berbicara atas kepentingan ayahnya, dan menyatakan kalau Keluarga Weihao hanya mengharap kedamaian.

Kaisar tersenyum bangga, “Para penduduk sudah cukup menderita akibat peperangan, jadi aku tidak akan menggerakan pasukan tanpa alasan.” Dan ia menambahkan, “Permaisuri juga tidak menyukai peperangan.” Ketika membicarakan permasurinya, ekspresi di wajah tampannya menampakkan kelembutan, sesuatu yang sama sekali tak bisa diragukan.

Yin Li diam-diam merasa waspada dengan hal ini, dan mengambil kesempatan untuk menanyakan kabar adiknya yang dipanggil oleh Permaisuri.

“Tuan Putri?” Kaisar berkata, “Oh, Permaisuri sedang merasa agak bosan, biarkan Tuan Putri menemaninya sebentar sebelum ia membuat keputusan.”

Dengan perkataan Kaisar yang seperti itu, Yin Li tak bisa bertanya lebih lanjut.

Hari itu, Kaisar sedang dalam suasana hati yang menyenangkan. Maka ia berbincang tentang yang sedang ramai dibicarakan, juga tentang militer dan perbatasan, dan perdagangan. Ia juga membicarakan hasil panen tahun ini yang sangat baik, dan pembuatan rumah bagi para pejabat pengadilan di daerah-daerah. Ia memulainya dari hal kecil lalu ke masalah besar, dan terkadang mengangkat masalah kekaisaran, tapi kemudian ia berhenti dan tersenyum pada Yin Li, “Bagaimana menurut Pangeran tentang hal ini?”

Yin Li mengambil langkah mundur satu kali dan membungkuk.

Ia akhirnya mengerti mengapa orang ini selalu membuat musuh-musuhnya gemetar ketakutan. Sang Kaisar memiliki keberanian luar biasa dan tatapan mata sangat tajam yang bisa menembus pikiran seseorang, tak diragukan lagi, ia mampu membinasakan musuh-musuh yang bahkan tidak terlihat.

Setelah memohon pamit dari sang Kaisar dan keluar dari aula utama. Yin Li menghela napas dan berkata pada penjaga yang menunjukan jalan, “Negara Ting sungguh memiliki Kaisar yang bijak, aku rasa tak ada seorangpun di dunia ini yang bisa menerka jalan pikiran sang Kaisar.”

Si penjaga tertawa mendengarnya, ia berbalik dan berkata, “Pangeran, anda salah, ada seseorang yang bisa menebak jalan pikiran Kaisar seratus persen tepat.”

“Oh?”

Si penjaga menunjukan jarinya ke sebuah arah di kejauhan. Dan setahui Yin Li, tempat itu adalah kediaaman Permaisuri yang berada jauh di dalam istana.

“Per…. Permaisuri?”

Perasaan tidak enaknya semakin kuat, merambat naik dari tulang belakangnya.

Selama tiga hari ini, perasaan tidak enak ini tak pernah hilang. Yin Luo, adik kesayangannya, saat ini sedang membawan nama sebagai Putri Pertama Keluarga Weihao, untuk menghadapi wanita yang seperti apa? Apakah adik akan membuat keluarga kita menjadi dibenci? Apa adik akan keluar sebagai pemenang dalam pertempuran di dalam istana itu?

Ia tiba-tiba teringat ketika Kaisar membicarakan adiknya ia menyebut sebagai ‘Tuan Putri’ dan tidak secara langsung menyebut namanya. Apakah itu berarti Kaisar belum bertemu Yin Luo secara langsung?

Yin Li kembali ke rumah peristirahatan seperti seekor hewan buas yang terpenjara.

Niat damai mereka telah disampaikan, maka tujuan mereka sudah tercapai. Tapi ia tidak bisa mengabaikan Yin Luo yang masih berada jauh di dalam istana. Kalau Yin Luo tidak bisa menemukan kebahagiaan, nasibnya akan sangat kacau.

Orang adalah orang, mereka selalu berusaha mencapai tujuan mereka dan hanya akan menyesal begitu harganya selesai dibayar.

“Bagaimana kabar Tuan Putri Yin Luo?”

“Aku ingin bertemu Kaisar.”

“Aku ingin bertemu Permaisuri.”

“Tidak ada yang bisa menemuiku? Baiklah, aku ingin bertemu Jendral Macan yang membawa adikku masuk ke istana!”

Ia sangat ingin mengeluarkan pedangnya dan melawan untuk menerobos masuk, beberapa kali. Ia khawatir Yin Luo telah terbunuh oleh istri iblis itu di dalam istana. Ia membenci dirinya sendiri karena telah mengirim adiknya dari rumah mereka yang berada jauh sekali, ke tempat asing ini tanpa perlawanan sedikitpun, agar adiknya bertarung dalam pertempuran yang mustahil dimenangkan.

Kata-katanya yang diucapkan untuk menenangkan Yin Luo sepenuhnya bohong, semuanya hanya omong kosong!

Ia hanya seorang pria berengsek yang menukar nyawa adiknya untuk kehidupan tenang.

Sebelum saat-saat Yin Li hampir gila, tiba-tiba Yin Luo kembali.

Ia telah berganti pakaian, mengenakan pakaian para wanita bangsawan negara Ting. Pakaiannya yang berwana putih sutra sepadan dengan rambutnya yang hitam yang tebal, membuat penampilannya sangat istimewa. Begitu ia memasuki ruangan, ia menatap kakaknya lama sekali, lalu ia menundukan kepalanya. Ia menutup bibirnya menahan tawanya, tapi itu tak berlangsung lama, ia segera tertawa kecil, lama sekali, sampai akhirnya ia menegakkan kepalanya dan menatap Yin Li yang terlihat putus asa dan juga terkejut.

“Aku bertemu Permaisuri.” Ia hanya mengucapkan beberapa kata setelah agak lama.

“Bagaimana rupanya? Aku tidak percaya kalau wanita itu lebih cantik darimu. Adik, ia tidak menggunakan kekuasaannya sebagai Permaisuri untuk menghukummu bukan?”

Yin Luo berpikir agak lama lalu berguman, “Tidak bisa dikatakan dengan kalimat seperti itu…”

“Apa?”

“Kubilang…” Yin Luo menunjukan ekspresi sedang mengingat-ingat. Tatapannya menuju ke arah istana yang berada di bawah sinar matahari, “Tidak seharusnya dikatakan dengan kalimat seperti itu.” Ia berbalik lagi dan menatap Yin Li sambil tersenyum indah, “Kakak, ayo kita pulang. Permaisuri berkata, aku bisa memilih untuk tetap di istana atau pulang ke rumah. Tak peduli apapun yang kupilih, tujuanku sudah tercapai, maka generasi saat ini dan seterusnya dari Negara Ting dan Keluarga Weihao akan selalu menjadi teman.”

Ia menatap ekspresi Yin Li yang tidak percaya, lalu ia dengan senang memutari Yin Li, seperti seekor burung phoenix yang terbang bebas.

“Kakak, ayo kita pulang ke rumah.” Mata cermelang itu bersinar dari balik bola matanya yang hitam.

Kekacauan karena kecantikan bisa karena nafsu birahi atau keharumannya.

Nafsu birahi dan keharuman sangat berbeda.

Karena itu, seharusnya tidak diucapkan dalam satu kalimat.

Di sebuah negara, tidak perlu nemambah warna lain dari seorang selir, ketika warna terindah sudah hadir dari seorang Permaisuri.

Pulanglah, Putri Pertama Keluarga Weihao. Meskipun kau berniat mengambil hati sang Kaisar, kau hanya akan dilupakan dalam perjalanan panjangmu.

Itu bukan nasibmu.

Pulanglah, gadis muda yang cantik.

Kau belum berpengalaman dengan kuda yang marah, baju yang berlumur darah, hari-hari panjang pertikaian dalam militer, suara indah kecapi, perasaan menyesakkan karena keputusasaan, dendam yang tak ada akhir, keberanian yang mampu menelan dunia, merasakan hutan belantara, cinta yang hangat,  bahkan ratusan ribu pada pendongeng takkan mampu menyelesaikan cerita mereka.

Pulanglah, seharusnya tawamu bergema di rumahmu tercinta, bergema di telinga orangtuamu yang menyanyagimu.

--
Tengah malam, di dalam istana, sepasang mata dengan diam menatap bulan yang bersinar terang di langit.

Seorang pelayan istana tanpa suara masuk dari luar ruangan, membungkuk sambil melaporkan, “Nyonya, Tuan Putri itu sudah berangkat, meninggalkan ibukota malam ini.”

Pingting bangun, dari posisinya yang berbaring dengan nyaman di atas bantal empuk.

“Dimana Jendral Moran?” ia tiba-tiba bertanya.

“Aku tidak tahu.”

“Apa ia di Kediamannya?”

“Yang kudengar, ia belum kembali.”

“Apa ia menemani Kaisar mengurus masalah pemerintahan?”

“Dari seorang pelayan di samping Kaisar, kudengar kalau Kaisar berdiskusi dengan dua Pejabat Senior tapi tidak ada Jendral Macan disana.”

Pingting tidak dapat memikirkan apapun sejenak, tapi kemudian ia berkata dengan sedih, “Kalau begitu ia pasti mengerjarnya, entah ia pergi sendiri atau membawa beberapa orang atau membawa seribu orang.”

Si pelayan bingung mendengarnya. Wanita yang telah menciptakan negera ini tiba-tiba tertawa lebar seperti anak kecil. Ia bertepuk tangan ringan, “Aku bertaruh ia pasti tidak bisa menahannya. Moran tersayang, Jendral Macan yang perkasa, seluruh jiwanya telah terperangkap oleh Tuan Putri muda itu hanya dalam tiga hari. Baiklah, kau sudah seharusnya merasakan cinta.”

Pingting berkata lagi pada si pelayan, “Kau pergilah temui Kaisar, beritahu Kaisar untuk segera memilih seseorang untuk mengambil alih pekerjaan Jendral Macan, agar nanti ketika diketahui sang Jendral telah menghilang, tak akan terjadi keributan.”

Begitu Pingting selesai berkata, Chu Beijie tiba. Ia bertanya sambil melangkah masuk ke ruangan, “Siapa yang menghilang?”

Pingting tersenyum sambil memikirkan semuanya sebelum akhirnya ia berkata, “Kau belum tahu bagaimana Moran menemukan berbagai macam alasan untuk datang mengunjungiku. Dari : daftar upeti yang baru tiba dan harus dilihat oleh Permaisuri, acara perayaan berikutnya yang akan diadakan di istana, dan segala macam rencana yang harus di atur oleh Permaisuri untuk beberapa tahun kedepan. Bukankah semua itu hanya alasan untuk bertemu Tuan Putri? Tapi aku bisa menilai kalau Tuan Putri sangat pintar dan tidak akan mudah didapatkan, Moran harus berjuang keras.

Chu Beijie tertawa lebar, “Apa dia bisa lebih menderita dibanding mengikutiku?” ia menyuruh si pelayan undur diri dengan lambaian tangannya, lalu memeluk Pingting dan membopongnya ke tempat tidur.

Wajah Pingting merona padam. “Kau… kau seorang Kaisar yang terhormat sekarang. Kau seharusnya menjaga tindakanmu sedikit.” Ia berbalik, dan Chu Beijie mengambil kesempatan itu untuk melepaskan tusuk rambut burung phoenix dari kepala Pingting, dan membiarkan rambutnya terurai di sekitar tempat tidur.

Chu Beijie perlahan mendekati dan mencium aroma Pingting di sekitar lehernya. Ia berbisik, “Apa Permaisuri masih ingat lagu yang pernah ia nyanyikan untukku, dulu?”

“Tidak.” Pingting memutar bola matanya dan ia sedikit marah, “Aku hanya ingat seseorang telah menghancurkan kecapiku dan mengunciku di sebuah ruangan kecil di kediaman terpencil, dan memaksaku ratusan kali.”

“Aku mengaku, aku salah.” Chu Beijie segera menyerah lalu ia berkata lagi dengan suara lebih pelan, “Itu sudah berlalu lama sekali, apakah Permaisuri berniat menghabiskan waktu dengan mengulang semua kisah masa lalu kita?”

Pingting mengatupkan bibirnya sambil terkekeh kecil. Ia menghela napas dengan agak sedih. “Benar sekali, kisah lama, sesuatu yang tidak akan dikenang seseorang. Sangat lama, begitu lama berlalu.….”

Dulu ketika ia bersama Chu Beijie di kediaman terpencil, kekacauan menimpa empat negara.

Kalau bukan karena keserakahan hati manusia untuk berjaya, demi mendapatkan seluruh kekuasan penuh sehingga meracuni semua penduduk dunia, bagaimana Negara sekuat Ting bisa terbentuk, dan sepasang kekasih kerajaan yang seperti ini?

Jadi seperti inilah, kisah dari perjalanan yang panjang dan sulit ini, persis seperti lagu yang pernah dinyannyikan Pingting, membuat kehidupan dengan jari-jari jemarinya ketika bermain di atas senar kecapi.

Bulan masih mengantung di langit, dengan lembut membagi sinarnya kepada dua manusia ini.

Kau masih ingat, kita pernah bersumpah kepada bulan, tidak akan pernah saling bertentangan satu sama lainnya?

Mungkin kita memang tidak pernah saling bertentangan satu sama lainnya.

--00—

TAMAT


Home


novel, translate, klasik, cina, chinese, terjemahan, indonesia
 

Gu Fang Bu Zi Shang -- 3.74 (Selesai)

-- Volume 3 chapter 74 --



Kemasyran Tuan Besar Jin Anwang sungguh singkat, ia dikalahkan disebuah kota kecil kerajaan kuno.

Yun Chang sudah kehilangan keluarga kerajaan mereka, Bei Mo dan Gui Li juga tak berbeda. Pasukan yang ditinggalkan tidak memiliki pemimpin, setelah beberapa tahun berperang, para penduduk sangat mendambakan kehidupan damai dan tenang.

Penyatuan empat negara sebenarnya sudah siap, yang dibutuhkan hanya seorang Raja yang diterima semua pihak.

Siap lagi yang lebih pantas selain Tuan Besar Zhen Beiwan untuk melakukan pekerjaan penting ini?

Semua perjuangan yang dilakukan He Xia sepanjang hidupnya, pada akhirnya menjadi pencapaian terbesar musuh satu-satunya.

“Pisau! Pisau!”

“Pedang!”

“Pisau! Pisau!”

“Pedang!” Ze Qing menggaruk kepalanya dengan putus asa, ia membetulkan ucapak Changxiao untuk kesekian kalinya.

Cangxiao tetap keras kepala juga untuk kesekian kalinya. “Pisau! Pisau!”

Ze Qing berbalik dan memohon, “Ayah angkat, ayah angka, katakanlah pada Changxiao kalau ini pedang berharga bukan sebuah pisau.”

“Kau, bodoh, kalau ia senang mengatakan pisau, biarkan ia mengucapkanya. Lagi pula, sebutan diciptakan oleh manusia.” Suara Fanlu terdengar keras ketika ia menyingkap tirai, memasuki ruangan bersama Zuiju. “Panglima Ze Yin, hari ini aku datang untuk meminum secangkir teh yang paling penting.”

Zuiju memicingkan matannya pada Fanlu, “Lupakan, kau seharusnya malu dengan tingkahmu itu.”

“Mengapa harus malu? Aku seorang pahlawan?”

“Pahlawan macam apa yang memaksa seseorang untuk membiarkan anak mereka menjadi anak angkatnya?”

Fanlu mengerutu, “Apa salahnya menjadi anak angkatku? Dengan anak Ze Yin, itu sesuatu yang menguntungkan.”

Zuiju megerutu juga, “Mengapa menguntungkan?”

“Bukankah mendapatkan ibu angkat secantik bunga sesuatu yang menguntungkan?” dengan perkataannya ini, Zuiju tak bisa membalasnya.

Kedua anak itu menyaksikan percekcokan mereka dengan bingung. Ze Yin di samping mereka menyaksikan dengan tersenyum.

Karena telah menyelamatkan Ze Yin, Yangfeng merasa sangat berterima kasih pada Fanlu dan telah memikirkan dengan lama dan seksama, untuk menjadikan Ze Qing sebagai anak angkat Fanlu. Begitu ia mendengar kabar kedatangan Fanlu dan Zuiju ia segera datang untuk menyambut mereka, dan ia sempat mendengar ucapan terakhir Fanlu. Ia berdiri di muka pintu sambil tertawa kecil, “Benar sekali, anak itu, Ze Qing sungguh mendapatkan keberuntungan.”

Setelah mendengar perkataan Yangfeng, semua orang tertawa.

Meskipun Fanlu masih merasa agak asing, tapi ia bisa berbaur dengan baik dengan semuanya. Fanlu menganggap masalah pengakuan anak angkat ini sebagai urusan resmi. Ia menyebarkan undangan resmi kepada beberapa teman dan koleganya. Begitu hari menjelang siang, semua orang datang dari arah pintu utama. Ruo Han yang petama tiba, lalu diikuti oleh Moran dan Luo Shang dan yang lainnya, dan yang terakhir tiba adalah Chu Beijie.

Setelah kematian He Xia, semua orang sibuk membenahi masalah yang menumpuk, karena jatuhnya sebuah negara. Hari inilah pertama kalinya mereka semua berkumpul kembali, setelah upacara pengangkatan anak selesai, mereka tidak membubarkan diri.

Fanlu mengambil beberapa kendi arak bagus dan membukanya untuk mereka, ia membiarkan aroma arak memenuhi ruangan.

Begitu tercium aroma arak, tempat itu menjadi lebih hidup. Mereka semua datang dari tempat berbeda, dan mereka mulai berbincang, topik yang yang tak bisa dicuhkan adalah tentang He Xia. Huo Yunan yang telah meneguk beberapa cangkir tiba-tiba menghela napas, “Situasi saat itu sangat mengerikan. Siapa menyangka kalau He Xia tiba-tiba akan menyerang Qierou? Kita sungguh benar-benar beruntung.”

Ze Yin bertanya, “Tabib tua, megapa kau bilang beruntung?”

“Kalau resimen Shuitai dan resimen Yongxiao tidak segera beralih sisi mendukung Tuan Besar Zhen Beiwang bukankah akan menjadi petaka?”

Fanlu mengangguk setuju, “Terkadang tumpukan salju setebal sepuluh sentimeter tidak terjadi dalam satu kali hujan salju. Ayah mertua, perang adalah masalah hati dan pikiran. Meskipun He Xia terlihat memiliki kekuatan hebat, tanpa kesetiaan dari pasukannya, bibit kekalahan sesungguhnya telah tumbuh.”

Kata-kata Fanlu sangat benar. Ruo Han dan yang lainnya sangat tahu kalau perang memang seperti itu dan mereka mengangguk setuju.

Huo Yunan berpikir sejenak, “Tapi ketika kita di Qierou saat itu, keadaannya sangat genting. Dua resimen melawan dua resimen. Dan di sisi kita hanya lebih beberapa ribu prajurit dari pasukan Ting. Tempat itu adalah wilayah Yun Chang, dan kalau yang lainnya mendengar pasukan Yun Chang terkepung oleh pasukan lain, bukankah akan jadi masalah besar kalau resimen Gangfeng juga segera tiba di tempat?”

Moran menjawab dengan sopan, “Tabib tua, resimen Gangfeng berbeda dengan resimen Shuitai dan Yangxiao, mereka tidak mendapatkan obat dari Tuan, maka mereka masih lumpuh. Mereka tidak mungkin segera bergerak.”

Ze Yin juga menambahkan dengan pelan, “Bahkan jika mereka bergegas datang, aku rasa mereka juga tidak akan membantu He Xia kebanyakan dari resimen Gangfeng berasal dari Yun Chang. Kalau mereka tahu He Xia membunuh Yaotian, bukankah mereka akan sangat marah.”

Yangfeng mengingatkan mereka, “Kalian tidak seharusnya memanggilnya Tuan Besar juga Panglima, melainkan calon Kaisar”

Chu Beijie tertawa, “Kalau aku tidak bisa berbicang dengan kalian nantinya setelah aku menjadi Kaisar, aku sebaiknya tidak menaiki taktah.” Ia mengangguk hikmad, “Dulu, aku menjanjikan Pingting, memberikannya rumah yang tenang dan nyaman.”

“Kalau kau tidak mengaturnya dengan hati, bagaimana mungkin dunia bisa damai?”

Chu Beijie tertawa, tiba-tiba ia teringat sesuatu, “Bagaiman kabar Kediaman Jin Anwang sekarang?”

Semua orang cukup perhatian dengan masalah ini. bawahan Ruo Han yang bertugas mengurus masalah ini, maka mereka semua menatap Ruo Han.

Dan Ruo Han menjawab, “Segalanya berjalan baik. Para penduduk masih menghormati Kediaman Jin Anwang. Hanya saja He Xia… sudahlah, Calon Kaisar menginginkan Kediaman Jin Anwang dibangung kembali, jadi tempat itu bisa digunakan untuk belajar bagi anak-anak. Banyak penduduk yang berinisiatip memberi bantuan, mereka sukarela melakukannya, selain tenaga mereka juga mengeluarkan uang simpanan mereka dan bahan pangan dan buku-buku koleksi pribadi mereka. Pemuda itu, Dongzhuo, tidak mengatakan apapun, tapi ia melakukannya dengan sangat baik jadi segalanya berjalan baik.

Chu Beijie berkata, “Pingting sangat mengkhawatirkannya. Aku sedang berpikir apakah sebaiknya menunggu masalah Jin Anwang selesai terlebih dahulu atau tidak untuk memintanya datang ke istana dan menemui Pingting.”

Ruo Han mimikirkannya sejenak dan berkata dengan muram, “Ia sepertinya menunjukan tanda-tanda kalau ia hendak tinggal di Kediaman Jin Anwang untuk mengurus kuburan He Xia dan para leluhur keluarga Jin Anwang. Begitu Kediaman Jin Anwang selesai diperbaiki dan sekolah mulai dibuka, ia akan tinggal disana untuk membantu anak-anak murid. Tapi kalau ia diperintahan untuk datang, kurasa ia pasti datang.”

Chu Beijie menggelengkan kepalanya, “Tak perlu memaksanya, biarkan ia tinggal disana. Pingting akan lega kalau kepengurusan Kediaman Jin Anwang diserahkan padanya.”

Setelah mereka puas menikmati arak, Chu Beijie segera memanggil Changxiao yang sedang bermain. Yangfeng bertanya dengan pelan “Apa Pingting sudah baikkan?”

Ekspresi Chu Beijie sedikit mengelap, “Penyakitnya dari lubuk hatinya, hal yang paling sulit di obati. Aku khawatir akan membutuhkan waktu lama.”

Yanfeng menghela napas, “Bagaimanapun ia tumbuh bersama He Xia.”

Chu Beijie tahu pasti tentang hal itu dan ia juga menghela napas, “Jangan khawatir, aku akan menjaganya dengan baik.”

Ia membawa Changxiao kembali ke istana, ia sudah melihat Pingting dari kejauhan.

Wanita yang sangat dicintainya berdiri sendirian di beranda. Wajanya selalu terlihat anggun dan matanya menatap danau. Seperti dasar danau membuka dirinya untuk dilihat, memperlihatkan rahasianya yang tersembunyi.

Chanxiao berteriak, “Mama! Mama!” ia berlari dan memeluk Pingting.

Pingting mendengar suara anaknya dan mengalihkan pandangannya dari danau. Ia berbalik dan tersenyum sambil berjongkok dan mengendong anaknya. Chu Beijie melangkah mendekat dan memeluknya, “Apa yang kau pikirkan, berdiri sendirian dan memikirkan sesuatu sampai seperti itu?”

Changxiao yang berada di pelukan Pingting mulai mengeliat untuk melepaskan diri karena ingin bermain di lantai. Pingting menurunkannya dan melepaskannya, ia berkata dengan tegas padanya, “Hati-hati, jangan bermain dengan pisau apapun.” Lalu ia berdiri tegak dan menjawab pertanyaan Chu Beijie, “Aku memikirkan Mahkota Ratu.”

Chu Beijie sangat penasaran, “Mengapa kau menginginkan benda semacam itu?”

Pingting menggelengkan kepalanya, “Bukan untukku, tapi milik Tuan Putri Yaotian.”

Chu Beijie tahu Pingting sangat kecewa dengan He Xia. Ia memeluk Pingting lebih erat dan membiarkannya merasa nyaman di dadanya. Ia berkata dengan pelan, “Mengapa kau memikirkan Mahkota Ratu milik Putri Yaotian.”

Pingting diam agak lama, lalu berkata dengan sedikit muram, “Kau masih ingat masa lalu kita?”

Chu Beijie berpikir sejenak dan tersenyum, “Aku ingat segala hal tentang masa lalu kita. Bagaimana kalau kau mengatakannya padaku hal apa yang sedang ada di pikiranmu saat ini?”

Pingting memejamkan matanya dan berpikir sejenak. Bibirnya yang indah mulai bergerak, “Lima tahun perjanjian damai di lembah, kematian dua pangeran Dong Lin, hanya angka perkiraan, sebenarnya kita memiliki tiga kesempatan.”

Chu Beijie menjawab dengan agak bingung, “Kesempatan untuk apa?”

Pingting menengadah dan menatap Chu Biejie, matanya bersinar ketika ia berkata, “Kalau saja kau berhati kejam, tidak memberikan belas kasih sedikitpun pada Pingting, dalam tiga kesempatan itu, kita akan bernasib He Xia dan Tuan Putri Yaotian.”

Chu Beijie tertawa kecil, “Aku bukan He Xia, dan kau bukan Putri Yaotian.”

Pingting menatapnya tajam dan berkata dengan sedih, “Benar sekali, karena itulah kau bukan He Xia dan aku bukan Tuan Putri Yaotian.”

Helaan napas itu seperti membawa pergi semua kesedihan dan kematian. Ia tetap di pelukan Chu Beijie dan merasa sangat nyaman dan hangat.

Aku yang pintar, aku yang bodoh, aku yang baik hati, aku yang kejam…. Apa mereka semua aku yang kau cintai? Itulah yang dipikirkan Pingting.

Pingting tersenyum.

Matahari tengelam di barat dan bulan mulai muncul.

Kita pernah bersumpah pada bulan, tidak akan pernah saling berhadapan sebagai musuh.

Cinta kita, tidak akan membuat kita saling bertentangan satu sama lain, dan semoga menjadi sesuatu yang abadi dan tidak akan pernah hancur.

--00—

Home


novel, translate, klasik, cina, chinese, terjemahan, indonesia