Chu
Beijie tiba di ibukota dengan lusuh, pagi dini hari.
Di
kejauhan, berdiri gerbang masuk yang menjulang, megah dan mengesankan, terlihat
akrab tapi juga terasa asing. Beijie memandangnya untuk beberapa lama sampai
akhirnya mengarahkan kudanya maju, menuju pesta penyambutannya.
“Tuan!”
“Tuan
Zhen Bei Wang kita sudah kembali!”
“Tuan
Besar Zhen Bei Wang akhirnya kembali!”
Yang
datang menyambutnya tidak hanya para pejabat pemerintahan tapi banyak juga
rakyat yang tinggal di ibukota yang berkerumun memenuhi dua sisi jalan. Jendral
perkasa mereka akhirnya kembali.
Mata
mereka memancarkan kegembiraan. Hanya beberapa pejabat tinggi yang tahu tentang
kedatangannya kembali dan mereka tetap bersikap tenang, memperhatikan dengan
diam dan berusaha mati-matian menyembunyikan kegelisahan yang terpancar di mata
mereka.
Kepala
acara penyambutan ini adalah Chu Zairan, seorang pejabat senior pengadilan yang
sangat di hormati di Dong Lin. Ia berdiri di depan, memimpin tak terhitung
jumlahnya para pejabat di belakangnya dan memberikan hormatnya pada Chu Beijie,
“Tuan akhirnya kembali pada kami.” Tak ada yang bisa menyembunyikan kegembiraan
di mata tuanya yang bijaksana.
“Pejabat
Senior.” Chu Beijie bergerak mendekat
pada pejabat setia yang telah memberikan hidupnya untuk melayani negaranya,
memintanya untuk berdiri. Dan menyerahkan tali kekang kudanya pada pelayan di
belakangnya, Chu Beijie melangkah maju dan berkata, “Bagaimana situasinya ?”
“Tidak
baik.” Chu Zairan dan Chu Beijie berjalan menuju istana, dan mengangguk untuk
menjawab sorakan rakyat yang berkumpul, “Raja jatuh sakit.”
“Kakak
?” Chu Beijie berhenti dan terdiam sejenak kemudian melanjutkan perjalanannya.
Dengan kening berkerut ia bertanya dengan sopan, “Bagaimana ini terjadi ?”
“Sejak
Tuan pergi untuk hidup di pengasingan, kesehatan Raja memburuk. Sakit di
dadanya menjadi semakin tidak tertahankan. Ia bahkan tidak bisa tidur di malam
hari. Sudah beberapa hari ini ia hanya terbaring di tempat tidur.” Suara Chu
Zairan penuh penderitaan, “Bahkan tanpa bayangan peperangan dengan Yun Chang
dan Bei Mo serta pasukan mereka yang sedang menekan perbatasan kita, aku akan
memohon pada Tuan untuk kembali.”
Chu
Beijie merasa hatinya tengelam.
Sementara
itu, kabar keberangkatan Chu Beijie dari kediamannya di pengasingan telah
sampai di sebuah kediaman yang berada jauh di dalam gunung dekat perbatasan Bei
Mo.
Yangfeng
tiba-tiba mengangkat kepalanya dan memandang pada Ze Yin dengan menusuk.
“Pasukan He Xia telah menekan perbatasan tapi Chu Beijie malah menuju ibukota dan
meninggalkan Pingting sendirian.”
Ze
Yin mengangguk dengan tenang dan menjawab, “Benar.”
“Oh
Tidak!” Yangfeng berseru sedih, terjatuh di kursi mahogany di belakangnya,
menyengkram pegangan kursi dengan putus asa dan menyembunyikan wajahnya.
“Pingting pasti belum memberitahu Chu Beijie yang sebenarnya, kalau tidak ia
pasti tidak meninggalkannya disana untuk menghadapi kerusuhan yang mungkin
terjadi. Ia pasti masih berpikir kalau He Xia dan Pingting masih menjaga
hubungan Tuan dan Majikan dan sama sekali tidak menduga apa yang telah He Xia
lakukan padanya.”
Ze
Yin memperhatikan, hatinya sakit melihat istrinya menderita, lalu meminta
pelayan untuk membawa anak mereka yang masih bayi dan periang. Dengan lembut
meletakan bayi itu ke pangkuan Yangfeng, dan mengayun mereka, “Chu Beijie
adalah seorang pahlawan dan seorang pria sejati; ia pasti akan melindungi
wanita yang dicintanya.”
Yangfeng
menyentuh tangan yang mendorongnya dengan lembut di punggungnya dan berkata
dengan sedih, “Aku tidak pernah lupa ekspresi wajah Pingting ketika ia
berbicara tentang He Xia sebelum ia pergi. Aku hanya tidak mengerti, Raja kita
hanya untuk kekayaan, bersekutu dengan He Xia dan mengirim pasukannya menuju
Dong Lin? Tidakkah ia menyadari apa yang akan terjadi kalau membuat Chu Beijie
marah?” Kemudia ia menyadari Sesutu lalu menatap pada tatapan Ze Yin yang
tenang dan bertanya, “Mengapa kau begitu tenang? Apa suamiku tersayang melihat
sesuatu dari situasi ini?”
Ze
Yin merasa tidak tenang dengan situasi yang terjadi, menyadari Yangfeng sedang
menatapnya dan menunggu jawaban, ia memberitahunya dengan tenang, “Ketika
pasukan yang bersekutu tiba di perbatasan, He Xia dengan segera memerintahkan
mereka untuk mundur 10 mil. Karena hal inilah aku merasa yakin kalau He Xia
tidak berniat untuk berperang melawan Dong Lin tapi menggunakan pasukannya hanya
untuk menekan Dong Lin, untuk mendapatkan sesuatu.”
Yangfeng
menatap suaminya, mata hitamnya yang berkilau tidak berkedip, menunggunya
berbicara lagi.
Ze
Yin menghela, “Kalau Chu Beijie kembali dan memimpin pasukan untuk melawan
mereka, bisa dipastikan kedua pihak pasti akan menderita banyak sekali kehilangan.”
Maksud
dibalik kata-katanya sangat jelas.
Apapun
keinginan He Xia, Raja Dong Lin pasti akan menyetujuinya atau ia akan menderita
lebih banyak kehilangan karena perang.
Apa
yang sangat di inginkan He Xia sehingga Raja Dong Lin akhirnya menyerah?
Yangfeng
menjadi kaku ketika menyadarinya.
Denga
mata membelak dan jantungnya berdebar kencang, Yangfeng menyengkram lengan baju
Ze Yin dengan kuat, tulang-tulangnya yang putih semakin terlihat ketika
cengkramannya semakin kuat.
“Pingting!”
Ia menangis, menatap Ze Yin, “He Xia menginginkan Pingting!”
Ze
Yin menundukan kepalanya. Menatap wajah pucat istrinya dan perlahan mengangguk.
“Kenapa?”
Yangfeng berkata sambil mengatupkan giginya, “Apakah yang sudah ia lakukan
masih belum cukup padanya? He Xia sungguh berhati kejam.” Kemarahan mengalir di
dadanya, ia lalu berdiri menatap jauh ke luar jendela kea rah gunung yang
tertutup salju.
Ia
tak boleh membiarkan Pingting menderita lagi.
Mengambil
napas dalam di udara yang begitu dingin di musim salju, sambil tetap menatap ke
luar jendela membelakangi Ze Yin, Yangfeng menenangkan diri dan memohon pada Ze
Yin, “Apakah suamiku tercinta bersedia memenuhi harapanku?”
“Kau
berharap, aku menulis surat untuk Pingting?”
“Bukan.”
Yangfeng berbalik untuk menatap cintanya dan berkata dengan pelan, “Aku ingin
kau sendiri menulis surat untuk Chu Beijie langsung.”
Chu
Beijie memaksa kakinya mendaki undakan-undakan ke arah istana.
Ia
akhirnya berhenti, di depan istana pribadi Raja, cahaya pucat dari matahari
musim dingin bersinar di wajahnya dan menghangatkannya, ia tak bisa mengabaikan
kesedihan di hatinya.
Tak
ada seorangpun yang menganggunya, semua pelayan istana telah pergi termasuk
juga Chu Zairan. Ia berdiri sendiri di depan istana kakak laki-lakinya.
Ia
pernah mengguncang medan perang dengan kuat tapi saat ini ia begitu takut untuk
membuka pintu kayu di depannya.
Sakit
kakaknya dimulai sejak kesedihannya karena kehilangan kedua anak-anaknya yang
masih belia.
Dengan
mencintai Bai Pingting, ia menghianati saudara sedarah satu-satunya.
Pertentangan
mereka sudah dimulai jauh sebelumnya, sejak Ratu mengirim pembunuh bersiap di
dekat kediamannya. Kedua pihak terjebak di jalan buntu, yang tersisa hanya
kenyataan mereka harus bergerak.
Ia
telah menghianati saudaranya, saudaranya yang begitu di hormatinya yang juga
seorang Raja yang ia baktikan hidupnya untuknya.
Ia
hampir tak bisa mengangkat kakinya, terasa berat karena beban di hatinya.
Sebelum
ia sanggup untuk membuka pintu kayu, pintu itu terbuka tanpa suara. Chu Beijie
melihat wajah yang akrab yang telah kehilangan semangat hidupnya. Pipinya
menonjol dan lingkaran gelap di sekitar kedua matanya.
“Kakak
ipar…”
Ratu
melangkah keluar, wajahnya letih dan menatap Chu Beijie untuk sesaat, dan
memperlihatkan senyum dari hati yang terluka. “Tuan Besar Zhen Bei Wang telah
kembali.”
Ratu
berkata dengan suara tenang dan mantap. Bekas ratap tangis akibat kematian dua
pangeran muda yang telah menguncangkan Dong Lin sepertinya sudah menjadi masa
lalu.
Chu
Beijie yang hatinya masih terasa kacau menjawab, “Aku sudah kembali.”
Langkah
kaki Ratu agak goyah, ia berhenti sesaat, memejamkan matanya untuk menenangkan
diri dan berkata pelan, “Yang Mulia sudah menunggumu, masuklah.” Ia
memperhatikan Chu Beijie beberapa saat kemudian berlalu.
Chu
Beijie memperhatikannya sampai ia berbelik di pojok dan menghilang dari
pandangannya. Setelah itu barulah ia melihat ke dalam pintu yang terbuka.
Mengambil
napas dalam lalu membuka pintu kayu yang berat itu.
Melangkah
masuk ke dalam rasanya seperti perlahan di telan oleh bayangan kegelapan. Raja
yang sekarat menjadi tidak nyaman dengan cahaya. Tirai berat di gantung di
jendela, menahan sinar matahari masuk. Dan ketika pintu di tutup, ruagan
menjadi segelap malam.
Satu-satunya
cahaya hanya dari sebatang lilin yang menyala.
Memikirkan
kalau istana yang begitu berkilau dan megah telah menjadi tempat yang begitu
menyedihkan.
Chu
Beijie melangkah mendekati tempat tidur besar yang berlapis warna emas.
“Kakak,”
Ia segera berbicara, “Aku sudah kembali.”
“Kembali
?” Raja telah menjadi sangat kurus tapi tenaganya masih tersisa. Ia menatap
dengan putus asa pada adiknya laki-lakinya seperti hendak mengingat setiap
lekuk wajahnya. Setelah beberapa lama, matanya bersinar seperti seorang kakak
laki-laki dan tersenyum pahit. “Aku yakin sekali kalau suatu saat kau akan
kembali ke sisiku.”
Ia
menarik tangan yang telah begitu lama mengenggam pedang, tangan yang juga
mengalir darah yang sama dengannya.
“Kakak,
penyakitmu…”
“Jangan
khawatir, bukan sesuatu yang bahaya, mataku mejadi lebih rapuh dengan cahaya
dan dadaku hanya agak sering terasa sakit. Aku sedang menjalani pengobatan
untuk itu.”
Chu
Beijie merasakan kekuatan pada genggaman kakaknya dan hatinya terasa lebih
tenang. Duduk disamping tempat tidur, ia mengatakan hal-hal yang membuat hati
hangat, “Kakak, tenanglah dan perhatikan kesehatan. Meskipun ada pasukan yang
menekan perbatasan kita, mereka sama sekali bukan saingan pasukan Dong Lin.
Ketika aku kembali dari medan perang, aku yakin kesehatanmu akan membaik dan
kau akan menyambutku di gerbang atas kemenanganku.” Kata-katanya penuh kekuatan
dan keyakinan.
Sinar
mata Raja penuh dengan kehangatan dan harga diri ketika ia menatap adik
laki-lakinya.
Adiknya
bergerak sesuai keinginan hatinya, hal yang tidak boleh di lakukan oleh mereka
yang terikat kepentingan Negara.
“Musuh
sedang berada di perbatasan kita saat ini, tapi masih belum menyatakan perang.
Kalau kita segera menyerang dengan mengirim Tuan Zhen Bei Wang kita yang hebat,
akan menjadi bahan tertawaan para tetangga. Adikku tinggalah di istana untuk
beberapa hari.”
Chu
Beijie yang tidak pernah menunda pertempuran, menjawab dengan risau, “Kakak kau
tidak boleh meremehkan pasukan sekutu ini, komandan mereka He Xia telah
membuktikan dirinya dalam peperangan berkali-kali. Aku yakin, jauh lebih baik
berhadapan dengan mereka secepatnya, tolong berikan padaku kekuasaan militer
dan aku akan segera menghadapi mereka.”
Raja
tahu kalau Chu Beijie selalu mengangap masalah militer dengan sangat serius dan
menggurusnya dengan penuh perhatian, tidak pernah menyia-nyiakan waktu mesti
hanya beberapa menit.
Kalau
Raja bersikeras untuk menunda perang, akan menimbulkan kecurigaannya.
Dan
Raja memikirkan kepercayaan yang pernah mereka miliki dan rencananya sendiri
untuk menunda keberangkatan Chu Beijie, Raja merasa penuh kepedihan. Ia
mengangguk setuju, “Adik perkataanmu sangat benar.”
Raja
tahu benar kalau Chu Beijie sangat mengerti pada Jendral yang bersiaga di garis
depan maka mencuri waktu menggunakan masalah militer tidak akan berhasil.
“Jendral
Linan, adalah orang yang saat ini memegang bendera komando. Aku sudah
memintanya kembali dengan membawa bendera itu. Karena ia harus melakukan
perjalanan dari garis depan, seharusnya ia sudah sampai dalam dua hari paling
lambat. Begitu ia tiba, aku akan memberikan bendera komando dan kau bisa segera
berangkat bersama pasukan.”
Setelah
mendengar ini Chu Beijie segera memikirkan strategi pertempuran, lalu ia
berkata, “Kakak jangan khawatir. Aku menjamin tak ada satu pun prajurit musuh
yang akan menginjakkan kakinya di tanah Dong Lin.”
Ketika
Chu Beijie keluar dari istana Raja ia menemukan Chu Zairan tenggah menunggunya
di luar. “Aku bisa mendengar Yang Mulia tertawa, sejak mendengar Tuan Zhen Bei
Wang kembali suasana hati Yang Mulia menjadi lebih senang. Kediaman anda telah
kosong selama hampir setahun sehingga membutuhkan waktu untuk membersihkannya,
karena itu aku telah mengatur tempat untuk anda tinggali di istana ini. Ini
juga harapan rakyat, mereka sangat menantikan kehadiran anda.”
Chu
Zairan berhenti di sebuah bangunan di tengah istana dan menepuk tangannya,
kemudian sekitar hampir selusin penjaga dan pelayan muncul dan memberi salam
pada Chu Beijie.
Chu
Zairan berkata, “Aku sendiri yang meminta bangunan ini untuk dipersiapkan untuk
anda, tempatnya sangat luas, nyaman dan dekat dengan halaman taman bunga plum,
tempat kesukaan anda ketika anda masih kecil.”
Chu
Beijie menilai dengan cepat para penjaga yang di tugaskan, tak ada satu
wajahpun yang dikenalnya. Dengan tanpa ekspresi ia menjawab, “Baiklah.”
Setelah
berpamitan dengan Chu Zairan, ia melangkah masuk.
Chu
Beijie tumbuh besar di istana Dong Lin. Sebelum akhirnya ia menerima gelar
sebagai Tuan Zhen Bei Wang dan menepati kediamannya sendiri.
Seorang
pelayan wanita yang cantik datang dan memberi salam padanya, “Tuan sudah
melakukan perjalanan jauh dan pasti merasa lelah, biarkan kami membantu membasuh
tubuh anda.”
Mata
si pelayan penuh undangan dan suaranya sangat lembut. Tapi Chu Beijie tidak
tertarik.
“Aku
telah memimpin pasukan berkali-kali dan berpengalaman di medan perang. Aku
tidak pernah membutuhkan bantuan untuk membasuh tubuhku.” Chu Beijie
menyuruhnya pergi.
Meskipun
ia tumbuh di istana sebagai seorang pangeran, tapi ia tidak manja. Ia telah
memulai tugas militernya sejak usia belasan, dan hasil dari kerja keras,
kebulatan tekad, watak serta bakat alaminya membuatnya maju pesat di jenjang
militer sehingga ia menjadi pahlawan dalam perang antar Negara.
Selesai
membersihkan debu yang menempel setelah perjalanannya selama beberapa hari, Chu
Beijie akhirnya merasa segar dan nyaman.
Meskipun
tubuhnya lelah secara fisik, Chu Beijie sama sekali tidak kehabisan energy.
Mengenakan pakaian tipis dan santai, ia berdiri di balkon dan memandang halaman
taman bunga plum yang bermekaran. Angin menerpa tubuhnya, bajunya berkibar juga
rambutnya, terlihat sangat percaya diri dan hebat. Para pelayan wanita muda
hanya bisa menghela napas dan merasakan detak jantungnya yang semakin kencang
ketika melihatnya.
Bunga-bunga
plum sedang mekar sempurna, seperti ditempat pengasingannya, sebuah aroma yang
redup melintas di udara.
Tapi
halaman itu kekurangan sesuatu atau lebih tepatnya seseorang. Tempat ini takkan
bisa di bandingkan dengan tempat pengasingannya di gunung.
Dalam
perjalanannya kembali ke ibukota Dong Lin, sepertinya orang-orang yang
dikenalnya sedang ditempatkan di tempat yang jauh. Dulu, prajurit yang
ditugaskan mengawalnya hanyalah orang-orang pilihan. Setelah hampir satu tahun,
tak satupun wajah yang dikenalnya. Kakak iparnya sama sekali tidak berbelas
kasihan, tak bisa melupakan keterlibatan dirinya atas kematian kedua anaknya.
Bagaimanapun ini memang yang terbaik, karena kakaknya sedang sakit, Chu Bejie
hanya perlu bersiap untuk perang dan menunggu bendera komando.
Setelah
beberapa hari, Chu Beijie menyadari tidak ada prajurit muda yang berjaga,
semuanya para prajurit tua. Ketika ia menanyakan ini, Chu Zairan menjawab,
“Saat ini para prajurit muda sedang ditempatkan di perbatasan atau menunggu
panggilan di rumah mereka.”
Sesuai
peraturan militer, ketika saat perang, semua prajurit harus menunggu panggilan
di rumah agar keberadaan mereka selalu diketahui. Chu Beijie tidak menemukan
hal yang janggal dari penjelasan Chu Zairan.
Bayangan
Pingting sedang berbaring di tempat tidurnya dan rambutnya yang hitam tersebar
di sekitar bantalnya sepertinya semakin kuat di benaknya dan sering muncul
akhir-akhir ini.
“Pingting
melewatkan hari ulangtahunnya sendirian, jadi saat ulangtahun Tuan, bisakah
kita bersama?” Wajah Pingting merona dan ia memberikan senyum lembut penuh
cinta.
“Aku
akan mengusahakannya.”
Chu
Beije tidak menjajikan Pingting apapun, tapi itu sudah membuat matanya penuh
dengan sinar kebahagiaan. Ia secara diam-diam menghitung hari sampai saat
kepulangannya.
Tanpa
ia mengetahui selama ia menunggu bendera komando, sudah tiga hari berlalu.
Kesabaran
Chu Beijie sudah sampai batasnya ketika akhirnya ia menerima pesan dari
penjaga. Melompat dari tempat tidurnya ia berguman, “Seseorang telah berani
menunda masalah militer. Kalau aku bertemu dengannya….”
Dengan
pakaian formal, Chu Beijie melangkah menuju kediaman Raja. Dalam perjalannya ia
sela oleh seorang pelayan yang sedang berlutut, “Tuan, tolonglah Selir Li
memohon bertemu anda.”
Chu
Beijie berhenti, memegang sarung pedangnya dan menoleh ke bawah ke arah pelayan
wanita itu. Di bawah sinar bulan sulit untuk melihat wajahnya dengan jelas, tapi
jelas ia seseorang yang masih sangat muda, sekitar lima atau enam belas.
Memikirkan betapa beraninya ia menghalangi jalannya.
“Bagaimana
kau bisa tahu aku akan lewat sini?” Tatapan Chu Beije sangat tajam.
Mendengar
intonasinya yang sangat mematikan, si pelayan wanita gemetar sangat ketakutan.
Meskipun begitu ia berkata, “Sejak kedatangan Tuan di istana, Selir Li telah
menyuruh saya untuk menunggu di sini, karena anda pasti akan melewati tempat
ini untuk menuju kediaman Yang Mulia. Karena anda sendirian, aku mengumpulkan
keberanianku dan menghampiri anda.”
“Aku
sedang sibuk dan tidak punya waktu untuk Selir.” Chu Beijie meludah lalu
berlajan kembali.
Meskipun
sangat muda, si pelayan sangat setia pada majikannya dan menyengkram lengan Chu
Beijie untuk menghentikannya. “Tuan, masalah ini sangat penting, lebih penting
dari masalah militer yang anda hadapi. Tolong penuhi permintaan majikanku.”
Chu
Beijie telah bertemu dengan banyak orang dan ia penilaiannya terhadap seseorang
sangat baik. Melihat sang pelayan yang berani menatap balik padanya, ia tidak
merasakan kecurigaan. Tapi bagaimanapun ia merasakan ada sesuatu yang aneh,
menoleh ke arah kediaman Raja sejenak dan akhirnya ia setuju dengan kesal,
“Tunjukan jalan.”
Si
pelayan terkejut dan terdiam sejenak sebelum berkata, “Baik,” setelah berdiri,
ia membimbing Chu Beijie melewati banyak tikungan halaman dan koridor.
Dalam
kegelapan, mereka berjalan jauh melalui jalur yang berangin menuju kediaman
para Selir. Chu Beijie hanya samar-samar mengingat tempat ini. Ia biasa datang
dan bermain kesini ketika kecil. Karena tahu kakaknya mempercai dirinya
sepenuhnya, Chu Beijie pun mengikuti si pelayan dengan percaya diri.
si
pelayan berhenti di depan sebuah bangunan baru, Chu Beijie menebak ini adalah
tempat pribadi para Selir kakaknya. Tapi ia tak pernah mendengar nama Selir Li
sebelumnya.
Si
pelayan menoleh pada Chu Beijie lagi sebelum melangkah masuk dan mengumumkan
dengan pelan, “Nyonya, Tuan Besar Zhen Bei Wang telah hadir.”
“Tolong
persilahkan masuk.” Wanita yang kemudian muncul sepertinya sangat di penuhi
kekhawatiran, tidak tidur walaupun hari telah sangat larut. Ia terdengar sangat
lega ketika mendengar kedatangan Chu Beijie, sepertinya Chu Beijie mampu
menyelesaikan masalahnya.
Chu
Beijie melangkah masuk dan segera memperhatikan sekelilingnnya.
Sebuah
perapian menyala di tengah ruangan, memberikan kehangatan yang nyaman. Seorang
wanita muda cantik duduk membelakangi ruangan. Setelah melihat Chu Beijie ia
tersenyum, “Tuan Besar Zhen Bei Wang, karena sulit untukku, aku tak bisa
memberi hormat dengan pantas, tolong maafkan aku.” Si wanita dengan lembut
mengusap perutnya yang menonjol ketika ia berbicara.
Chu
Beijie akhirnya mengerti mengapa si pelayan begitu berani membawanya kesini.
Ia
duduk meskipun belum di persilahkan dan menilai Selir Li. Setelah beberapa saat
akhirnya ia berkata, “Aku sangat sibuk, jadi kalau Selir ingin mengatakan
sesuatu sebaiknya segera lakukan.”
“Tuan
Besar Zhen Bei Wang memang seperti yang di katakana, sangat percaya diri dan
langsung.” Selir Li memulainya, tangannya memperbaiki rambutnya ke belakang
telinganya dan mengerutkan dahinya bingung bagaimana harus melanjutkan dan
akhirnya ia berkata dengan sangat hati-hati, “Aku dipanggil tujuh bulan lalu,
dan untuk alasannya aku yakin anda sudah tahu,” ia berkata sambil menatap
lembut pada perutnya.
“Memberikan
keturunan pada Yang Mulia adalah sebuah kehormatan di istana selir. Aku diberkahi
dengan kehormatan ini dan keinginan terbesarku adalah anak ini lahir dengan
selamat. Tapi bagaimanapun, hidup di istana selir aku menjadi khawatir dengan
hidupku dan hidup anak ini. Sejak aku mendengar anda telah kembali, aku telah
menunggu untuk bertemu anda. Tuan, anda adalah pilar Dong Lin, penyangga dan
pelindung kami, tolong bantu lindungi anak ini agar aku bisa melahirkannya
dengan selamat.”
Chu
Beije agak terkejut dan bertanya, “Siapa yang berani menyakiti seorang wanita
yang sedang mengandung anak dari Yang Mulia? Kalau kau memang begitu ketakutan,
mengapa tidak kau katakan saja pada Yang Mulia?”
“Raja
sangat tidak sehat, aku sudah tidak melihatnya sejak beberapa bulan.”
“Siapa
yang berani menyakitimu?”
Selir
Li menatap kebawah dan kehilangan kata-kata.
Chu
Beijie akhirnya menebak, “Sang Ratu?”
“Hahaha….”
Melihat Selir Li mengangguk sebagai jawabannya, Chu Beijie tertawa keras,
menatap tajam dan berkata dengan sangat dingin, “Menurutmu kakak iparku jenis
orang seperti apa? Kalau ia tidak menyukaimu, kau tidak akan memiliki kemewahan
untuk berbicara denganku saat ini. Aku sangat sibuk dan tidak bisa meladeni
omong kosongmu aku akan membiarkanmu kali ini. Jangan pernah mengirim orang
untuk menghalangi jalanku lagi.” Chu Beijie berkata sambil berjalan pergi.
Ketika
ia melangkah keluar, Selir Li berbisik pelan, “Ini semua karena Bai Pingting.”
Seketika
Chu Beijie menghentikan langkahnya. Ia berbaik dan menatapnya dengan sangat
tajam.
“Apa
maksudmu?”
“Awalnya
Ratu sangat gembira dengan kehamilanku, melebihi Yang Mulia karena akhirnya
akan ada seorang keturunan. Ratu dengan rutin mengunjungi dan sangat peduli
padaku, seperti kakak sendiri yang selalu kuingingkan. Tapi beberapa hari
belakangan, ia menjadi sangat dingin padaku. Aku bisa melihat kebencian di
matanya. Aku sangat takut dengan hidup anakku,” Selir Li menghela napas, “Semua
ini karena Bai Pingting.”
Chu
Beijie berjalan kembali ke dalam ruangan dan menatap Selir Li berusaha
menemukan jejak kebohongan sebelum berkata, “Apa hubungan Pingting dengan semua
ini?”
“Aku
tidak tahu siapa yang memberitahu Ratu tentang hubunganku dengan Pingting.”
Selir Li berkata dengan senyum pahit, “Ketika Pingting meracuni dua pangeran,
Yang Mulia kehilangan keturunannya. Anakku yang belum lahir adalah harapan
terakhirnya tapi juga berhubungan dengan Pingting. Kalau anda di posisi Ratu,
bagaimana perasaan Tuan dalam setuasi seperti ini?”
“Kau
mengenal Pingting?” Chu Beijie memandang matanya menyelidiki.
Selir
Li menghela napas sebelum memandang Chu Beijie dan menjelaskan dengan nada
tertahan, “Aku bertemu Pingting di halaman istana. Setelah perjanjian lima
tahun perdamaian, Raja Gui Li memberikan aku pada Raja Dong Lin. Aku besar di
istana, bagaimana mungkin aku tidak tahu Bai Pingting yang begitu terkenal.”
Chu
Bejie menatap mata Selir Li dengan tajam, menilai kejujurannya perkataannya.
Kalau
Ratu percaya Selir Li dan Pingting memiliki hubungan, maka anak yang
dikandungnya berada dalam bahaya.
“Tuan
demi kepentingan anak ini, aku mohon anda bersedia tinggal beberapa hari lagi
di istana. Aku takut Ratu akan menyakiti kami. Aku akan segera melahirkan, tak
bisakah Tuan memberikan beberapa hari saja?” Selir Li meletakan tangannya
melindungi anaknya yang belum lahir dan airmatanya mulai mengalir.
Chu
Beijie merasa pedih dan akhirnya menghela.
Kalau
Selir Li mengandung anak laki-laki, ia akan menjadi Raja Dong Lin berikutnya.
Dong
Lin sudah kehilangan dua pangeran. Kalau mereka tidak hati-hati, mereka mungkin
kehilangan harapan terakhir mereka.
Pagi
itu, Raja menerima bendera komando dari Jendral Linan dan seperti yang sudah disepakati,
Raja menyerahkannya pada Chu Beijie.
“Adik,
persiapan sudah selesai, kau bisa berangkat kapanpun kau inginkan.” Mungkin
karena kebahagiaan telah berkumpul kembali dengan adiknya kesehatan Raja
semakin membaik.
Chu
Beijie dengan ragu menerima bendera komando. Ia tak pernah ragu melakukan apa
pun sebelumnya. Apa yang sebaiknya ia lakukan? Setelah agak lama, ia akhirnya
berkata pada Raja, “Kakak, masih ada yang harus kulakukan, aku akan tinggal di
istana beberapa hari lagi.”
Saat
ini sudah hari ke empat sejak kedatangannya ke ibukota.
Dan
hari ke enam adalah hari ulangtahunnya.
--
novel, translate, klasik, cina, chinese, terjemahan, indonesia