-- Volume 1 chapter 8 --
Pingting telah beristirahat selama tiga hari tapi pikirannya sangat kacau.
Bunga-bunga di luar sudah mekar sempurna dan berwana merah memikat. Bagaimanapun mata Pingting melewatkannya, matanya beristirahat pada daun-daun hijau yang subur.
Chu Beijie tidak pernah datang selama tiga hari ini.
“Tidak masalah kalau kau tidak datang..”
Ia telah menghabiskan tiga hari untuk khawatir, takut kalau Chu Beijie datang tapi ia juga takut kalau Chu Beijie melupakan ruangan kecilnya. ”Perintah macam apa itu ‘sembuhkan dulu dirimu’?” Ia lanjut berpikir dan merona lagi, seperti ada seekor anak kucing lucu bermain dengan hatinya. Nyonya Zhang bahkan berkata, “Nona Hong, kau terlihat lebih baik, pipimu bahkan sudah berwana kemerahan dan terlihat lembut.”
Siang itu, Chu Morang memasuki ruangannya, menyampaikan pesan Chu Beijie, “Tidak ada nafsu makan, jadi buatkan sebuah masakan dan bawakan ke ruangan Tuan Besar.”
Masak? Pingting menggigit bibirnya dan perlahan berjalan ke dapur.
Suasana hati Chu Beijie sedang bagus hari ini. Ia telah menunggu selama tiga hari, padahal biasanya sebagai Tuan Besar Zhen Beiwang, ia selalu mendapatkan apa yang diingingkannya segera. Ia menantikan untuk bisa berdua saja dengan si pelayan munggil dan pintar ini.
Hong tidaklah cantik, tapi cukup menarik untuk mendapatkan perhatian dan waktunya. Memikirkan dirinya dan saat-saat mereka bersama membuat bibirnya tersenyum sedikit. Pertemuan mereka seperti takdir, karena ia adalah seorang Tuan Besar sedangkan gadis itu hanyalah seorang pelayan biasa.
“Lagipula, ia telah menderita karena sakitnya untuk beberapa lama, Hukuman langit sudah cukup untuknya,” ia berpikir untuk menyakinkan dirinya.
Chu Beijie biasanya tidak mudah memaafkan orang tapi ia dengan mudah memaafkan gadis berbakat ini. Hari ini sangat baik. Ia berencana untuk menyantap masakan Hong, mendengarkan permainannya, lalu merayunya dengan pesonanya.
Siasat ini bermain di kepalanya, bersanding dengan adegan pembunuhan yang biasanya, semua ini hanya karena seorang gadis yang bahkan tidak cantik.
Begitulah, setelah mencoba sesendok sup buatan Pingting. Senyumnya langsung menghilang.
Pingting memperhatikan reaksinya.
“Tuanku tidak pernah memakan apapun buatanku.”
Ekspresi Chu Beijie sangat aneh ketika ia mengangguk. “Tuanmu sangat cerdik?” Ia agak ragu sebelum akhirnya berkata, “Sup ini mengerikan.”
Pingting sudah khawatir tapi ketika melihat ketenangannya yang biasa dengan wajah tampannya, begitu tidak serasi, membuatnya merasa geli hingga tak bisa menahan senyumnya dan dua lesung pipit nampak di wajahnya.
Chu Beijie mengeluh, “Sekarang aku sadar, mengapa mereka bisa mengatakan: Ia yang tahu resep terbaik belum tentu seorang jago masak yang hebat.”
Pingting mengangguk setuju, “Seperti. Ia yang tahu taktik berperang tidak selalu ikut berperang.”
Komentarnya sangat cocok dengan gaya Chu Beijie. Ia menepuk lututnya sebagai balasan, tertawa kecil, “Perkataan bagus! Perkataan bagus!” Ia tertawa lagi tapi tiba-tiba berhenti dan menatap Pingting dengan mata melebar, “Apa kau sudah sembuh total?”
Suaranya serak dan sangat penuh perhatian. Pingting bisa merasakan niatnya dan menjadi gugup, ia mundur selangkah.
Akan lebih baik kalau ia tidak bergerak, karena Chu Beijie bergerak lebih cepat. Chu Beijie menangkap tangannya, menariknya dan memeluk pinggangnya.
“Kyaa!” Pingting menghembuskan napas, terkejut, lalu ia didekap di dadanya. Ia mendongakkan kepalanya, sampai ia bisa melihat dua bola mata hitam Chu Beijie sedang memperhatikannya dengan jenaka.
Chu Beijie menahan Pingting dengan sebelah tangannya, membuatnya tak bisa bergerak. Lalu ia merendahkan kepalanya dan berbisik di telinganya, “Situasi yang berbahaya. Bagaimana kau akan menyelesaikannya.
Bisikannya membuatnya terkejut, jantungnya hampir melompat keluar dari dadanya. Ia sedikit takut, tapi entah mengapa, ia juga terdorong untuk tersenyum. Ia mengerutkan dahi ketika menatapnya, “Pemenang selalu memutuskan nasib yang kalah, bukankah berarti tidak perlu memberi kerugian yang lebih besar?”
Chu Beijie menjadi tidak yakin, lalu ia mengelengkan kepalanya. “Dimana kekalahannya, aku belum mendengar lagu kekalahan?”
Mulut Chu Beijie sangat dekat dengan lehernya sehingga ia bisa merasakan hembusan napasnya. Terkesima. Pingting seperti ingin bersembunyi di dalam tangan-tangan Chu Beijie. Dengan suara lembut dan mempesona, Pingting bertanya, “Sejak jaman dahulu, hanya ada lagu tentang kemenangan. Sejak kapan ada lagu tentang kekalahan?”
“Kau bisa menyanyikan: permulaan kemudian dan setelah itu, maka akan ada.” Chu Beijie tersenyum mengancam, “Kalau kau tidak bernyanyi, jangan salahkan jika aku membuat kerugian lebih besar terhadapmu.” Ia bergerak, berniat menciumnya.
“Jangan...” Pingting merasa terpojok karena orang ini terlalu licik. Ia hanya bisa melotot menuduh ke arahnya.
Chu Beijie bingung sesaat dengan tatapannya, tapi ia begitu ingin menciumnya, jadi ia terus bergerak sampai hampir menyentuh bibir Pingting. Kemudian Pingting mulai bernyanyi dengan lembut.
“Burung layang-layang membawa keberuntungan, tapi terlalu banyak keberuntungan membawa kerusakan. Sebuah kebahagian untuk diraih, sebuah kebahagian untuk diraih....”
Seperti yang diharapkan, suara Pingting sangat menyentuh Chu Beijie sehingga ia memejamkan matanya, mendengarkan dengan seksama. Ia hanya membuka matanya beberapa detik setelah lagunya selesai. “Mulai sekarang dan seterusnya, kau tidak boleh bernyanyi di hadapan yang lain, karena terlalu menyentuh perasaan dan hanya akan mematahkan hati mereka nantinya.” Ia mengeluh dua kali, wajah bahagianya berubah serius. “kau terlalu istimewa untuk hanya seorang pelayan dari Kediaman Hua. Siapa kau sebenarnya ?”
Pingting terkejut seperti disambar petir. Ia menemani Tuannya beberapa kali di medan perang, ia seorang penasihat militer yang jujur, ia menguasai taktik perang seperti membalikan telapak tangan. Ia bahkan pernah secara tidak langsung, berperang melawan Panglima Zhen Beiwang yang terkenal, orang yang berada di depannya saat ini, beberapa kali.
Chu Beijie melihat wajah pucatnya, perasaan kasih dan cintanya meluap untuknya. Ia menepuk dahinya dan berbisik, “Jangan takut, katakan saja yang sebenarnya. Aku pasti akan melindungimu. Aku takkan membiarkan siapapun menyakitimu.”
Pingting tersenyum sedikit.
Kalau Chu Beijie tahu ia adalah anggota Kediaman Jin Anwang - Bai Pingting, ia akan tahu kalau ia adalah orang yang menyusun rencana untuk menenggelamkan pasukan Zhen Beiwang. Tak mungkin ia akan melindunginya jika ia tahu bahwa ia mengetahui semua rahasia Keluarga Jin Anwang.
Akibatnya tidak bisa diperkirakan.
“Beritahu aku.” Ia menatap dengan sungguh-sungguh pada dua bola mata hitam itu, “Aku akan membantumu, siapapun dirimu sebenarnya.”
“Aku...”
“Katakan.”
Mata Pingting berkedip ke arah mata Chu Beijie, ia terlihat sangat mendukung. Pingting mengambil napas panjang, “Aku dibesarkan sebagai pemain kecapi di Kediaman Pangeran, sekarang ia seorang Raja di Gui Li.”
Chu Beijie bingung.
“Nama asli Hong adalah Yangfeng dan aku di bawa ke Kediaman Pangeran sejak kecil. Bagaimanapun, Pangeran Su sangat menyukaiku, aku diajarkan bermain kecapi agar aku bisa menghiburnya ketika ia minum arak di kebun.”
“Yangfeng?” Chu Beijie masih penasaran, “Lalu bagaimana kau bisa berakhir di Kediaman Hua?”
Pingting menundukan kepala, menghela napas, “Jujur, aku menjadi sangat terkenal dengan Tuanku. Beberapa orang mulai terancam dengan pengaruhku. Aku begitu bodoh dan naif. Bagaimanapun, aku terjebak masalah besar. Aku seharusnya sudah meninggal, tapi dua temanku membantuku melarikan diri, kemudian aku tertangkap penculik. Begitulah aku bisa sampai di Dong Lin, lalu... aku bertemu Tuan.” Ia mengangkat bahu dan tertawa terpaksa, “Serangkaian kebetulan.”
Chu Beijie memperhatikannya. “Aku benar. Kau memang dari lingkungan Kerajaan.” Ia tahu betul kondisi kehidupan istana dan ia bersimpati padanya. “Jangan Khawatir, aku bertaruh bukan hanya Ratu Gui li tapi He Su sekalipun takkan bisa berbuat apapun terhadapmu.”
Untuk beberapa alasan, ujung kuping Pingting memerah. Melihat Chu Beijie begitu baik, ia segera menundukkan kepada dan membungkuk, “Terima kasih, Tuan Besar.”
Chu Beijie tersenyum, “Kau bisa berdiri sekarang.” Ia membantunya berdiri, dan memperhatikan tangan Pingting. “Ini tangan pemain kecapi yang bagus.” Ia mengenggamnya dengan erat sekarang dan sepertinya tak ingin melepaskannya.
Pingting ingin menyembunyikannya, tapi ia tak bisa. Rasanya seperti Chu Beijie telah mengendalikan hatinya. Ia berpura-pura menyeka tangannya, tapi tak berhasil. “Tuan... “ tapi ia dijawab dengan senyum yang mengoda. Pikirannya menjadi kacau.
Chu Beijie melepas pegangannya ketika ia sudah merasa puas melihatnya merona. “Aku sudah mendengar nyanyianmu, sekarang aku ingin mendengar permainan kecapimu. Hong, bukan, Yangfeng, mainkan sesuatu untukku.”
Suara kecapi mulai terdengar.....
Kemudian terdengar suara gembira dari kejauhan. Sekitar empat orang anak-anak bermain perang salju dan dalam sekejab banyak bola salju dimana mana. Mereka separuh berteriak, separuh tertawa, membuat kekacauan tapi mereka sungguh bersenang-senang.
Suara kecapi menuju akhir yang mengembirakan.
Chu Beiji bersandar dengan nyaman di kursinya lalu membuka matanya dan berkata, “Indah, tapi kenapa tidak ada penggulangan?”
“Tidak ada peraturan untuk menyajikan musik, jadi mengapa tidak berhenti di bagian paling gembira?” Ia mengigit bibirnya.
Mata mereka bertemu dan mereka bertanya-tanya mengapa jantung mereka berdetak begitu kencang. Akhirnya, Chu Beijie berdehem, bertepuk tangan dua kali sambil memberi perintah, “Yangfeng, kemari.”
Pingting berdiri dari duduknya, perlahan melangkah mendekatinya. Hanya sebuah meja yang memisahkan jarak mereka ketika ia berkata, “Apa Tuan berencana menghabiskan supku?”
Meikirkan sup yang mengerikan itu, Chu Beijie menggeleng dengan semangat.
“Jadi... Aku akan membereskannya.”
Ia membawa mangkuk, dan keluar ruangan dengan cepat.
Chu Beijie menyaksikan ia menghilang dengan kagum. Lalu ia bertepuk tangan pelan.
Chu Moran muncul di pintu.
“Tuan.”
“Ada seorang pemain kecapi di Gui Li, bernama Yangfeng.” Chu Beijie mengangkat bahu, “Selidiki dia.”
“Baik, Akan kulakukan segera.”
Pingting mulai terbiasa di Kediaman Zhen Beiwang. Melayani Chu Beijie tidak begitu sulit – sedikit banyak seperti ketika ia berada di Kediaman Jin Anwang. Ia tidak perlu menyiapkan teh atau melakukan pekerjaan kasar. Yang perlu ia lakukan hanya bermain kecapi dan mendengarkan Chu Beijie berbicara.
Semua orang di Kediaman tahu kalau ia istimewa bagi Chu Beijie, dan tak seorangpun berani berlaku buruk padanya. Semua orang memanggilnya dengan ‘Nona Yangfeng’.
Musim panas belum berakhir ketika bunga Lily air mulai berkembang. Suatu hari, mereka berdua sedang berbincang setelah makan siang.
“Seberapa besar dunia ini?”
“Aku yang seharusnya bertanya pada Tuan. Bagaimana aku bisa tahu?” Pingting memiringkan kepalanya, dan sedikit memutar matanya. “Jangan katakan kau ingin tahu, agar kau bisa memerintahkan pasukan untuk menguasainya?”
Chu Beijie tertawa, “Mengapa tidak?”
Pingting menaikan alisnya, “Aku tidak percaya mereka akan menyerah dengan mudah. Ada empat negara. Dong Lin memiliki Tuan tentunya, tapi tiga yang lainnya.... yach, bahkan Tuan Muda Jin Anwang dari Gui Li tidak akan begitu mudah dikalahkan.”
“He Xia?” Chu Beijie mendengus, wajahnya berubah menjadi senyum janggal.
“Ahh benar, kemarin itu, apa maksudmu mengatakan – mungkin aku akan bisa melihat Tuan Muda Jin Anwang segera?” Pinting berpura-pura mengingat, “Aku melihatnya dari balik tirai ketika berada di Kediaman Pangeran. Ia terlihat gagah dan aku memiliki kesan yang bagus padanya. Seseorang yang luar baisa, bisa dikatakan.” Sebelum ia menyadarinya, Chu Beijie telah menggenggam tangannya.
“Kesan yang baik? Seseorang yang luar biasa?” nada suara Chu Beijie berbahaya.
Pingting malah tertawa dengan hal ini. “Apa kau cemburu Tuan?” Melihat Chu Beijie jelas-jelas cemburu, ia segera menambahkan. “Tuan, tolong jangan berpikiran buruk. Lagipula, kudengar ia sedang diburu oleh Raja Gui Li. Mungkin ia sudah mati.”
Chu Beijie tertawa sinis sambil menggelengkan kepalanya, “Jika ia mati begitu mudah, ia bukan seorang He Xia.”
Hati Pingting mulai berdegup kencang karena ia telah menunggu begitu lama kesempatan ini. “Dengan kata lain Tuan tahu dimana ia berada?” Pingting tak bisa menahan kegembiraannya.
“He Xia berhasil melarikan diri dari wilayah Gui Li dan Gui Li saat ini sedang di awasi oleh para prajurit. Ciih, Aku hampir menangkapnya beberapa hari lau.” Chu Beijie merasakan badan Pingting gemetar, ia bertanya, “Yangfeng, kau tak pa-pa?”
“Tidak, tidak.” Pingting menggelengkan kepalanya, wajahnya menjadi sangat pucat. Untuk menghilangkan kecurigaan ia menaikan alisnya. “Sebelumnya wangi rumput. Sekarang bunga mawar. Nanti apa lagi?”
“Eh ?”
Pingting menatap mata Chu Beijie, “Tuan selalu menggunakan perfume berbeda.” Ia berpura-pura jengkel.
Semua jejak kecurigaan Chu Beijie menghilang. Tertawa, ia berkata “Mengapa menjadi jengkel, karena begitu sulit untuk mendapatkan bunga yang pasti? Nanti ketika aku memilih calon istriku, aku takkan memilih yang cantik, melainkan seseorang yang bisa menemaniku ke medan perang.”
“Tuan, kau belum menyelesaikan cerita tentang He Xia.”
“Apa yang perlu diceritakan lagi? Aku memerintahkan mata-mataku untuk melapor ketika ia tiba di Dong Lin, tapi entah bagaimana ia bisa tahu yang kurencanakan. Ia menghindari seranganku bahkan membunuh mata-mataku. Ia kembali ke Gui Li entah dimana sekarang. Usahaku jadi sia-sia.”
Pingting menghembuskan napas lega dengan diam-diam.
Ia tahu He Xia selamat dan sekarang waktunya untuk pergi.
Sebenarnya, ia seharusnya sudah pergi beberapa waktu lalu. Ia sering bertanya pada Chu Beijie apakah ia diperbolehkan berjalan-jalan di sekitar Kediaman. Ia memerintahkan seseorang untuk mengawasinya dari jauh saat pertama kalinya, tapi setelah itu, ia membiarkannya berkeliling sendirian.
Ia tak punya uang untuk perjalanan, tapi kalung yang diberikan Chu Beijie sudah lebih dari cukup.
Yang sulit merencanakan rutenya.
Ia selesai menyusun rencananya, tapi ia belum bisa menentukan waktunya.
Sepuluh hari kemudian, masuk musim gugur. Daun-daun menguning hari demi hari, dan akan segera jatuh cepat atau lambat.
Sudah waktunya untuk pergi, tapi ia tak bisa mengijinkan dirinya untuk berangkat.
Chu Beijie biasa memintanya memainkan kecapi setiap hari. Ia akan menyanyi dan Chu Beijie memejamkan matanya, dan sering tersenyum gembira.
Senyuman itu terekam jelas di ingatan Pingting. Sangat manis.
Ia terbiasa memainkan kecapi dan bernyanyi untuknya. Ia tahu sesuatu yang besar sedang terjadi ketika Chu Beijie tidak mencarinya. Apakah sesuatu yang buruk terkait Kediamannya atau pejabat tinggi yang telah melakukan sebuah kesalahan. Tentu saja, ada beberapa alasan lain juga.
Seperti hari sebelumnya, Chu Beijie tidak mengijinkannya bermain kecapi. “Apa kau benar-benar batuk lagi kemarin malam? Jangan berbohong. Bagaimana aku tidak tahu segala yang terjadi di Kediamanku sendiri? Apakah aku terlihat tidak mampu menyediakan seorang tabib, mengapa kau tidak memberitahuku?”
Pingting tidak ikut acara makan malam kemarin, tapi yang ia tahu Chu Morang juga tidak hadir disana. Ia telah menghabiskan waktu semalaman membuat persiapan untuk memindahkan Pingting keruangan yang lebih besar dan membuat janji dengan tabib Chen Guangzhi.
“Mengapa ?” Pingting menatap kelaur dari jendela, daun-daun berterbangan di tiup angin. “Kita menjadi musuh dengan suatu cara. Kau akan menindasku, tapi kemudian kau baik padaku. Kadang kau berkata dengan keji tapi terkadang juga mengatakan hal yang manis. Lain waktu, kau bersikap seperti pria sejati, tapi kemudian kau bersikap seperti Tuan Besar yang manja.” Ia Mendesah. “Sungguh orang yang sulit dimengerti. Siapapun yang bersamanya hanya akan merasakan penderitaan.”
Seorang pelayan memintanya untuk menemui Chu Beijie. Pada saat Pingting memasuki ruangan, Chu Beiji berkata, “Kau pasti akan menyukai menu hari ini.”
Tentu saja, di meja sudah ada pilihan menu-menu yang lezat. Diantaranya terdapat terung rebus dan ‘delapan asinan istimewa’, semuanya masakan terkenal.
“Kau tidak makan banyak belakangan ini. Kau harus makan banyak hari ini. Kau lihat, aku mendapatkan koko Gui Li untuk membuatkan semua ini.” Chu Beijie memperhatikan napsu makannya dan menyuruhnya untuk mulai makan.
Pingting mencicipinya dan rasa terungnya meleleh di mulutnya. Lalu ia mencicipi asinannya tapi ia terkekeh tiba-tiba, “Tuan tahu lebih sedikit dari aku tentang masakan. Kau mendapatkan koki Gui Li, tapi tidak semua hidangan disini berasal dari Gui Li. Misalnya, delapan asinan istimewa ini adalah masakan terkenal Bei Mo, jadi kenapa ada disini?”
Chu Beijie mendesah, “Begitu. Aku akan mencari tukang masak lain kalau begitu.”
Tapi Pingting mengelengkan kepalanya segera dan menunjuk pada asinan, ia berkata, “Aku suka ini. Lagipula Tuan tidak tahu kalau aku berasal dari Bei Mo.”
“Eh ?”
“Yeah, tapi aku dijual di Gui Li sewaktu kecil. Ini hidangan kesukaanku.” Ia meletakan asinannya di mangkuk Chu Beijie. “Tuan, coba cicipi ?”
Sinar lilin bersinar indah di pipinya dan Chu Beijie tak bisa menahan dirinya bergerak mendekati Pingting.
“Aku ingin mencicipimu,” bisiknya.
Jantung Pingting hampir berhenti.
Ia terlalu dekat dan memeluknya dengan sangat erat. Sangat sulit untuk bergerak. Pingting menoleh dan mengigit kuping Chu Beijie.
“OW!” Sumpit yang dipegang Chu Beijie jatuh dengan suara keras.
“Tuan.....jangan...”
“Apanya yang jangan?” Chu Beijie bertanya sambil memeriksa kupingnya yang terasa sakit, “Aku sudah memilihmu, dan aku menolak untuk membiarmu melarikan diri. Aku akan membawamu ke medan perang dikemudian hari.”
Bibirnya mengatup rapat tapi matanya seperti api menyala, siap untuk membakar apapun, semuanya.
“Aku ingin menikahimu.” Ia membiarkan Pingting mengambil napas dulu sebelum mengatakan lamarannya.
“Tuan ?” Pingting menatap bingung ke arah Chu Beijie. Dahinya berkerut, segalanya terjadi terlalu cepat dan sepertinya semuanya diluar rencananya. Apakah samaranku tidak bagus?
Ia seharusnya seorang Yangfeng, pemain kecapi, pelayan yang melarikan diri.
Dia adalah Tuan Besar Zhen Beiwang, dan ia masih ingin menikahinya.
Chu Beijie terlihat tidak senang, “Kau menolak?”
Pingting melebarkan matanya, Chu Beijie terlalu dekat, dan ia merasa kepanasan. Ia sangat tampan. Segalanya tentang dia penuh pesona.
Ia selalu angkuh, seorang pria yang sombong.
“Menikahlah denganku.”
“Kenapa ?”
“Bukan hanya karena kau bisa bermain kecapi dan bernyanyi dengan bagus, tapi kau juga punya tangan yang cekatan dan hati seperti emas. Chu Beijie tersenyum, senyumnya seperti tanaman yang memiliki racun paling berbahaya. “Aku lebih suka memilihmu daripada banyak wanita lain.”
“Aku...”
“Ayo bersumpah pada bulan, takkan pernah saling bermusuhan satu sama lain.”
Pingting tersenyum sedih. Kata-katanya seperti air panas, yang menghangatkannya dari dalam. Chu Beijie membantunya berdiri.
“Takkan bermusuhan satu sama lain?” Setiap kata perlahan keluar dari mulutnya.
Chu Beijie memeluknya erat, “Benar, mulai sekarang dan selanjutnya, kau akan menjadi istriku dan aku akan menjadi suamimu.”
Mengingat Tuan Besar Zhen Beiwang ketika di arena pertempuran, ia mundur selangkah.
“Tidak....” ia berguman.
“Kenapa tidak?”
“Aku hanya seorang.... pelayan pemain kecapi.”
“Aku suka permainan kecapimu.”
“Aku tidak cukup pantas untuk Tuan.”
“Aku cukup pantas untukmu.”
Pingting tetap menggelengkan kepalanya dan mengigit bibirnya, ia berkata “Aku.....aku tidak cukup cantik.”
Chu Beijie berpura-pura memperhatikannya. “Aku rasa kau terlihat lumayan untuk dilihat.” Ia menyeringai.
Pingting terdiam. Ia merasa sedikit pilu. Pergi, besok, aku harus pergi. Pasukan orang ini telah menyerang tanah tempat aku lahir, tumbuh besar, dan sekarang ia duduk santai dan memanipulasi Raja untuk menyakiti para penghuni di Kediamanku.
Tapi pelukan Chu Beijie selalu terasa hangat, dan sangat sulit untuk ditinggalkan. Meskipun begitu ia tetap mendorongnya menjauh bahkan menolaknya.
Debaran kencang jantungnya mulai teratur. Akal sehat masih belum kembali pulih sepenuhnya, maka pikirannya masih tidak logis. Ia harus pergi. Ia harus meninggalkan tempat ini, tapi ia butuh sesuatu agar tidak menengok kembali.
Kata ‘ingkar janji’ terus berkelebat di kepalanya.
“Tuan,” ia berguman pelan tapi ia menaikan kepalanya dan berkata, “Aku tidak ingin menjadi istrimu, tapi aku....”
Ia mengigit bibirnya dan diam. Chu Beijie tersenyum hangat padanya, “lanjutkan.”
“Katakan, jangan ragu.” Rasanya seperti mendengar lagu yang menyentuh dan Pingting tak bisa menahan airmatanya jatuh. Ia menarik napas dalam, tiba-tiba memeluk Chu Beijie dengan erat lalu dengan perlahan menatap Chu Beijie dan berkata, “Kita bisa bertemu karena takdir, jadi biarkan takdir ini bersatu sekali saja ?”
Sulit sekali untuk mengatakannya, tapi akhirnya Pingting mendapatkan apa yang di inginkannya.
Ia mengesampingkan masalah negaranya. Besok adalah hal lain.
Ia tidak peduli apapun lagi. Malam ini adalah miliknya.
Dan ia milik Chu Beijie.
Chu Beijie berpikir ia salah dengar dan ia terlihat sangat bingung, tapi akhirnya ia mengerti. Ia tertawa. Lalu, mengangkatnya, ia dengan cepat berjalan ke kamarnya dan meletakkannya dengan lembut di atas tempat tidurnya.
Matanya melihat kebawah, mempelajari tangannya yang putih dan elok.
“Bersama selamanya ?”
“Yeah.” Pingting mengangguk, sebuah airmata mengalir di pipinya.
Dibalik pakaiannya, ia adalah sebuah bunga asli. Melihat tubuhnya membuat kepalanya berbunyi sesuatu dan ia menatap Pingting lekat-lekat.
“Indah...” Chu Beijie menyentuhnya dengan mulutnya, menyesap wanginya. Tercium wangi bunga yang manis.
“Tuan.”
“Bukan Tuan.”
Pingting mengeluh, “Beijie.”
“Dulu aku Dingnan, sekarang aku Beijie.” Ia menyadari Pingting agak gugup.
Diluar, bulan purnama bersinar terang.
Malam itu, dalam ketenangan Kediaman Resmi Zhen Beiwang, dua manusia, yang berasal dari Gui Li dan Dong Lin berbaring bersama. Yang satu kehilangan jiwa dan yang lainnya kehilangan hati.
Wajah tidurnya terlihat tentram di bawah sinar bulan. Pingting tersenyum dalam mimpinya dan napasnya tenang, teratur.
Ia sangat lelah. Chu Beijie mengetahui dari matanya yang sayup, sepertinya bintang bersinar terlalu terang padanya.
Bibinya yang sempurna, pinggang yang ramping dan kakinya yang jenjang semuanya tercetak dalam ingatannya. Raut wajah Chu Beijie sangat bahagia, tapi tiba-tiba senyumnya menghilang. Dahinya berkerut.
Ia berjalan keluar dari kamarnya, perlahan menutup pintu dibelakangnya.
Chu Moran sudah menunggunya di kantor.
Chu Beijie berjalan masuk dengan langkah berat dan duduk tanpa ekspresi. Chu Moran menyerahkan sebuah dokumen.
--Yangfeng, berasal dari Bei Mo, dijual di Gui Li. Bermain kecapi, menjadi salah satu dari dua pemain kecapi Gui Li yang terkenal.
Kesayangan He Su tapi jarang tampil di depan umum.
Menyukai Bunga dan tanaman.
Makanan kesukaan : Asinan Delapan Rasa Istimewa
Warna kesukaan : Biru
Tak pernah terlihat sejak tertuduh sebuah kejahatan.
Ia mengeluarkan sebuah kertas dan membaca ulang.
Suasananya seperti suhu ruangan turun beberapa derajat. Chu Morang merasa agak tidak nyaman.
“Sama sekali tidak ada yang mencurigakan,” Chu Beijie tertawa pahit.
Ia jarang sekali melihat Tuannya begitu putus asa dan Chu Morang hanya bisa menundukan kepala dan berkata, “Tuan, mungkinkah kalau.....”
“Dua pemain kecapi Gui Li terkenal.....” Chu Beijie bertanya dengan suara dalam, “Siapa yang seorang lagi ?”
“Salah seorang pelayan dari Kediaman Jin Anwang, nama keluarganya, Bai.”
Chu Beijie memejamkan matanya dan ketika ia membukanya terlihat cahaya baru di keduanya. Sebuah kata terlontar dari mulutnya, “Selidiki dia.”
“Baik.”
Pingting hanya terbangun setelah pagi menjelang.
Seseorang sedang mencium pundaknya.
Menoleh ke samping, ia melihat sepasang bola mata hitam yang cerdas dan tiba-tiba ia ingat kejadian semalam. Ia menyembunyikan wajahnya yang merona merah di balik selimut.
“Apa yang dilakukan, sudah dilakukan. Tak perlu sembunyi.” Chu Beijie tersenyum bergairah di rambutnya. Melihat Pingting masih sembunyi, ia tertawa dan mengigit pundaknya dengan bermain-main.
“Ow !” Pingting tersentak melepas selimutnya, hanya untuk tertangkap oleh Chu Beijie yang sudah menunggunya, yang merencakan sebuah ciuman penuh gairah di bibir merahnya.
“Hehe, sarapan paling lezat didunia.”
“Kau....kau...”
“Apa? Mulai sekarang kau harus memanggilku suami.”
Pingting menyipitkan matanya, jelas terlihat tidak senang. “Siapa yang setuju menikah dengamu.”
Chu Beijie menahan kedua tangan Pingting dengan tangannya dan menatap dalam-dalam mata Pingting, lalu ia berkata dengan sungguh-sungguh, “Menikahlah denganku. Jangan pernah pergi dariku.”
Pingting merasa seperti telah di tikam. Ia hanya menatap.
Chu Beijie sangat serius, “Jangan pikirkan tentang apapun. Ikutlah denganku. Aku bersedia menemanimu ke neraka atau ke surga.”
Neraka dan surga? Ia menaikan alisnya dan menatap penuh tanda tanya pada Chu Beijie.
Begitu kuat, penuh harga diri, alis mata yang begitu gelap.... bukankah ia seorang pria idaman bagi setiap wanita?”
Jika ia disisiku, hidupku akan sangat mudah.
Tapi ia .... tapi ia harus pergi.
Airmata mulai meluap di mata Pingting. Ia menoleh kesamping, menolak untuk membiarkan airmatanya mengalir.
Chu Beijie meletakan tangannya yang kasar di pipi Pingting. “Hey, kenapa kau menangis?”
“Aku tak tahu, kenapa aku menangis.” Pingting mengeringkan air matanya dan tersenyum goyah.
Semakin ia memikirkannya, semakin terasa sakit, tapi ia telah menyakinkan dirinya sendiri bahwa ia harus pergi.
Apa artinya kehilangan dia? Ia harus meninggalkan tawa Chu Beijie, sakitnya, kemarahannya, dan kebahagiaanya. Tuan dalam bahaya. Aku tak bisa menjadi Nyonya Besar tanpa alasan.
Pergi, ia harus pergi.
Itu seharusnya tahun yang penuh keberuntungan.
Ia dengan hati-hati memperhatikan Chu Beijie kapan ia bisa. Dipeluk olehnya selalu menghasilkan malam kurang istirahat. Bagaimanapun, cuaca menjadi buruk setiap ada kemungkinan, dan ia tak bisa tidur tanpa dekapan pelukan hangatnya.
Kadang, Chu Beijie menghela napas dalam dan tertangakap telinganya, dan itu membuat harinya lebih sakit.
Ia sering bertanya bagaimana ia bisa menjadi begitu hebat.
Politik, beramah-tamah, pertempuran berdarah. Ia bahkan menolak beristirahat dalam mimpinya.
Harus pergi, ia harus segera pergi. Ia telah jatuh dalam lubang pasir hisap. Sulit untuk keluar, tapi ia harus.
“Wangi rumput oktober memenuhi kepala...”
Aroma manis memenuhi paru-parunya dan ia menatap balik. Walaupun hatinya dingin, ia ingat senyum manis Chu Beijie.
Chu Beijie berbisik padanya, “Ketika musim semi tiba, semua bunga disini akan mekar sempurna. Ketika saat itu tiba, aku akan memilih sendiri sebuah bunga untukmu setiap hari.”
“Aku tidak cantik, jadi bukankah aku akan tertutupi oleh bayangan bunga cantik?”
“Baiklah, kau bisa bernyanyi. Bernyanyi sampai bunganya layu.”
Suara tawa Chu Beijie memenuhi halaman yang kosong.
Dalam hati, Pingting menangis dengan sedih.
Ketika musim semi tiba, ketika semua bunga akan mekar sempurna, kau akan berada di Dong Lin dan aku akan berada dimana?
--0--
novel, translate, klasik, cina, chinese, terjemahan, indonesia