-- Volume 1 chapter 13 --
Rumput hijau liar tapi segar, secantik yang pernah dikatakan Yangfeng.
Ia akhirnya mencapai Bei Mo. Sebuah tempat dimana alam terbentang luas didepannya, mungkin karena gunung gunung yang anggkuh atau mungkin karena telah lewat musim dingin dan rasa musim semi lebih kuat dari pada di selatan. Ditengah hutan hijau yang subur, semak belukar terlihat bersemangat dan menyilaukan di terik matahari.
Sebuah sungai kecil berlari dari atas sampai ke bawah gunung.
Beberapa orang telah mengikat kuda mereka pada sebuah pohon dan sibuk mengisi tempat air minum mereka dengan air segar.
Sebuah angin sepoi yang dingin membungkus tubuhnya yang mungil, dan bagaimanapun terlihat kurus kering. Matanya bersinar lebih terang daripada kristal hitam. Ia menyentuh dahinya sebelum menoleh lagi, matanya tak pernah meninggalkan kejauhan.
Jauh disana, pengembala bernyanyi sambil mengumpulkan persediaan mereka.
“Seekor elang terbang, langit sangat tinggi. Seorang gadis cantik mengejar anak kuda di padang rumput....”
Pingting tak menahan tawanya dan ia mengambil tempat air dari pinggangnya.
Begitu dingin. Pasti karena es yang di ujung gunung mencair.
Ia perlahan meneguk lagi, kali ini ia juga memejamkan matanya, terasa manis.
Hampir sampai, melelahkan tapi sepadan, dan biasanya pendapat orang-orang yang menurutnya berguna semua disimpan dikepalanya, tapi saat ini yang mampu ia pikirkan hanya tempat persembunyian sahabat dekatnya. Memilih sebuah pohon tua untuk ia sandarkan dan beristirahat sebelum akhirnya menutup matanya.
Yangfeng memilih melarikan diri tak peduli apapun, apakah itu pilihan yang tepat? Dalam setengah hari, ia sudah tahu jawabannya.
Bagaimana dengan jalan yang telah di pilih Pingting? Pergi ke Bai Mo bukan ide buruk karena disini memiliki langit biru dan rumput yang hijau. Mungkin ia cocok dengan tempat seperti ini, diantara rumput kasar tapi bersih dan teman yang jujur, diantara sedikit orang yang bisa dihitung.
Air yang mengalir gembira, gunung hijau yang mengagumkan.
Matanya masih terpejam ketika ia mendengar langkah kaki mendekatinya.
Ada seseorang? Pingting membuka matanya. Seseorang yang juga sedang berpergian sedang mengagumi pemandangan, tali kekang kudanya di tangannya.
Seorang pria dengan pundak yang lebar, pedang yang tergantung di pinggangnya dan panah di punggungnya serpertinya sangat penting baginya. Sulit untuk menerka usianya dari jenggotnya, tapi matanya sangat cerah.
Ketika ia menyadari bahwa sudah ada seseorang disana, seorang gadis dengan mata besar, ia terlihat sedikit terkejut.
“Kuda yang bagus.” Pria itu tidak tertarik pada Pingting melainkan pada kudanya, dan matanya mengagumi dengan sungguh-sungguh.
Pingting tersenyum, melepaskan kudanya, sudah waktunya untuk pergi.
“Nona, apa kau berniat untuk menjualnya?” Suaranya lantang, jelas seorang pria yang berasal dari padang rumput.
Ia benar. Kuda ini adalah salah satu yang terbaik, bahkan di Kediaman Jin Anwang sendiri. Dongzhuo, pria itu, ternyata sangat baik hati, ia memilihkan kuda yang bagus dan bahkan memberikan banyak uang untuknya.
“Tidak dijual.” Pingting menaiki kudanya, mencoba menyingkirkan kegembiraannya. Pingting memejamkan matanya beberapa saat kemudian membukanya lagi. “Tuan, arah Pondok Daun Bunga kesana bukan ?”
“Kau ingin pergi ke Pondok Daun Bunga ?”
“Benar.”
“Apa kau tinggal di Pondok Daun Bunga ?”
“Tidak, aku sedang mencari seseorang.”
Pria itu tertawa, “Pondok itu sudah ditelantarkan. Kau takkan menemukan seorangpun disana.”
“Apa mereka pindah ?” Pingting terkejut, “Kenapa? Kemana mereka pergi?” Tiba-tiba pikirannya menjadi kacau. Yangfeng tidak pernah berpindah tempat kecuali sesuatu telah terjadi.
Pingting memutuskan bahwa Yangfeng tidak memberitahukan tempat barunya untuk keselamatannya, tapi hal ini malah membuat Pingting semakin mengkhawatirkan temannya itu.
“Mereka baru saja pindah.”
“Kemana mereka pindah?”
“Hei, Nona, juallah kuda ini padaku.” Kuda bagus sangat penting bagi pengembala dan wanita menyukainya.
Sudut mulut Pingting terangkat. “Apa kau tahu apa yang terjadi di Pondok Daun Bunga? Siapa namamu?”
“Aku A-Han. Sekarang, apa kau berencana menjual kudamu ?”
Ia melompat turun dari kuda dan menyerahkan tali kekang ke tangan yang sudah menunggunya. “Kuberikan padamu cuma-Cuma. Aku ingin tahu apa yang terjadi pada temanku.”
A-Han mengelengkan kepalanya kasar. “Aku tidak mau menerima sesuatu tanpa memberikan sesuatu sebagai balasan.” Ia mengeluarkan koin perak lumayan banyak, cukup untuk membeli dua buah kuda bagus, lalu diserahkan pada Pingting.
“Biar kuberitahu; Tuan Besar Pondok Daun Bunga adalah orang penting! Ia Jendral terkenal Ze Yin! Siapa yang mengira ia memiliki sebuah pondok kecil di atas gunung? Tapi sejak Raja mencarinya, dan memberinya hadiah dan kekuasaan untuk memerintah pasukan Bei Mo, ia memutuskan untuk pindah dari gunung. Dan semua orang yang tinggal disana sudah pergi.
“Benarkah ?” Pingting mengerutkan dahi, mempertimbangkan sesuatu. Lalu ia mengembalikan uang A-Han. “Ambil ini. Aku ingin membeli kudamu. Lagipula, aku memang butuh kuda. Ia seharusnya sudah mengganti kudanya dengan kuda yang terlepas dari cap Jin Anwang secepatnya.
“Tidak, kudaku tidak sebagus itu. Aku tak bisa mengambil keuntungan seperti ini.”
Pingting melepaskan ikatan kudanya dan melompat naik, lalu berbalik ke arah A-Han, berkedip dengan gembira. “Pria tinggi, simpan uangnya dan dapatkan istri yang baik. Kau orang baik!” Ia dengan pelan memacu kuda barunya dan meninggalkan gelak tawa dibelakangnya.
Udara segar dari padang rumput menyalakan semangatnya, bau harum rumput segar yang dipotong tidak sebanding dengan Gui Li dan Dong Lin. Para pengembala meneruskan nyanyian mereka, yang bergema di telinga Pingting.
“Padang rumput kesayanganku, sapi-sapi dan kuda-kuda, sungai yang mengalir melewati daun rumput muda. Semua ini, tak bisa dibandingkan dengan gadis cantiku...”
Pingting tersenyum, berusaha menyembunyikan kekhawatirannya.
Ze Yin, Jendral hebat dari Bei Mo, bukankah ia berjanji membahagiakan Yangfeng apapun yang terjadi? Tapi sekarang ia memutuskan untuk mengikuti keinginan Raja Bei Mo dengan kembali ke pemerintahan; ada apa ini?
Biasanya, ia hanya membutuhkan setengah hari perjalanan dengan kuda, untuk bisa melihat Yangfeng di Pondok Daun Bunga. Tapi sekarang, sepertinya ia harus masuk lebih dalam ke ibukota Bei Mo, Bei Yali.
“Kau bahkan tidak memberiku beberapa hari untuk aku bergembira?” Pingting mengerutkan hidungnya ke langit atas. Perjalanan seorang diri membuat Pingting terbiasa bicara sendiri.
Apakah bagus kalau Jin Anwang sudah bukan bagian dariku lagi? Bagaimana dengan Dong Lin? brengsek, Chu Beijie...
Tanpa sadar ia mulai mengerut lagi. Jarinya perlahan mengusap alismatanya seperti berusaha menyingkirkan sakit yang ia rasakan.
Menyadari orang-orang di padang rumput berteriak dengan keras, ia mulai memacu kudanya kencang. Debu berterbangan di balik bayangannya yang semakin mengecil di kejauhan.
Debu dan matahari terbenam; dimana orang-orang yang patah hati?
Aku harap langit memiliki jiwa, yang bisa memberikan pengampunan. Kemanapun aku pergi, semoga kebagiaan menanti.
Jendral Bei Mo, Ze Yin, kembali ke pemerintahan setelah di panggil oleh Raja tiga kali.
Bukannya Raja Bei Mo tidak menghargai kemampuan Ze Yin.
Dulu, ia dikenal sangat muda dan pemberani, pujaan dari Raja Bei Mo yang naif, tapi ia tiba-tiba memutuskan untuk pensiun dan melepaskan masa depannya yang cerah untuk alasan yang tak mau ia katakan.
“Pasti cinta,” tebak Raja Bei Mo.
Telah dikatakan bahwa pria lebih memilih wanita cantik daripada negaranya.
Ze Yin berdiri di depan Raja Bei Mo, bibirnya memainkan senyum cuek. Senyumnya begitu polos sehingga Raja Bei Mo bertanya-tanya apakah ia akan tetap bisa menjadi Jendral terbaiknya di sisinya.
Ketika pria jatuh cinta, tak ada yang bisa menghentikannya melakukan tindakan bodoh.
Raja Bei Mo hanya bisa mengangguk.
Dan sekarang, Ze Yin sudah kembali.
Berita tentang Jendral kesayangan Bei Mo telah kembali untuk melindungi negara telah menyebar dan membawa kebahagiaan dan kesenangan bagi seluruh rakyat.
Bei Yali penuh kegembiraan dan nyanyian-nyanyian ketika Ze Yin memasuki kota, memimpin para penghuni Pondok Daun Bunga dibelakangnya. Ia tidak hanya di sambut oleh Raja Bei Mo sendiri tapi juga disambut sorak sorai gembira dari jutaan rakyat.
Kediaman baru sudah siap menanti Ze Yin, hiasannya berkilau cermelang.
Yangfeng menempati kamar paling mengesankan, mendengarkan perbincangan yang mengalir melewati dinding yang tipis. Ze Yin telah dipanggil kembali dalam pemerintahan. Ia sendiri bahagia, terkejut, mengetahui kalau dirinya mendapat kunjungan dari seorang teman lama.
Pelayan di pintu tidak mau menyebutkan namanya dan mata Yangfeng membesar seperti hampir jatuh.
“Berapa lama kau ingin melotot padaku?” Pingting duduk di kursi, tersenyum dan berkata. “Lama tak bertemu, jadi kenapa kau tidak membiarkan aku melihatmu baik-baik.” Yangfeng mengeluh dalam, merenggangkan rubuhnya di depan Pingting, tangannya seputih ivory. “Pingting kemarilah. Biar aku melihatmu baik-baik.”
Pingting menyeringai dan tertawa, “Baik Tuan, Jendralku... bukan, Nyonya Jendral.” Ia berjalan menuju Yangfeng, duduk disebelahnya.
Dua pasang mata cerdas saling menatap satu sama lain, sebuah pantulan yang sempurna.
“Kau sangat kurus.”
Pingting hanya bisa tersenyum, “Dan kau semakin cantik.”
“Aku sangat merindukanmu, aku selalu mengingat masa kecil kita. Aku sungguh tak bisa bicara dengan yang lain selain denganmu.”
“Yangfeng...” Pingting menyela, “Kenapa kau tidak pernah bertanya tentang itu?”
“Bertanya ?” Yangfeng tersenyum tipis, ia menundukan kepalanya. “Aku... tak berani bertanya. Kenapa kau meninggalkan Tuanmu, kecuali untuk hal yang sangat buruk? Alasannya pasti sangat, sangat mengerikan.”
Seperti tambur yang bergemuruh, Pingting terkekeh. “Sangat menggetarkan ketika kau memikirkan hal itu. Mainkan sebuah lagu untukku dan aku akan mengatakannya dari awal.”
Sebuah kecapi diletakan di sebuah meja kecil disamping tempat tidur. Yangfeng menatapnya, berpikir dalam. Ia mengambil kecapinya, ujung jari-jarinya menyentuh ringan sebuah senar.
Bergetar.
Hatinya berdebar dengan suara petikan senar. Kesenangan dan kesedihan dalam hatinya melompat keluar menghancurkan dinding yang telah di bangunnya menutupi emosinya.
“Yangfeng !” Pingting menangis, berlari ke pelukan Yangfeng, airmata mengalir dari pipinya.
Biarkan airmata mengalir turun sampai ke tanah. Ini bukan di Gui Li juga bukan Dong Lin. Orang yang membuatnya sedih tidak ada disini juga orang yang membuat tidak berjiwa tidak ada disini.
Bagaimana ia bisa melupakan hari di musim dingin yang indah itu, malam yang lembut, tubuh yang tinggi, ingatan yang nyata kehidupan selama delapan belas tahun?
Bagaimana ia bisa membuat Yangfeng menyadari bahwa ia telah jatuh cinta pada seorang pria? Ia mencintainya tapi juga telah menyakitinya dan berbohong padanya. Ia bahkan memutuskan untuk meninggalkannya walaupun itu berarti kematiannya, hanya untuk kemudian mengetahui bahwa ia tak lagi bisa tinggal di Jin Anwang?
Hari ini, dibawah tatapan kedua mata Yangfeng, Pingting akhirnya bisa mengeluarkan tangisan kepedihan yang ia rasakan, kesedihannya mengalir keluar seperti tanaman kacang yang tumbuh keluar dari potnya.
Dibawah langit ini, mungkin hanya Yangfeng yang bisa mengerti hatinya.
Pingting hanya menangis tanpa bicara, membiarkan Yangfeng bertanya-tanya apa yang terjadi. Pasti sesuatu yang berkaitan dengan cinta, atau Pingting tak mungkin sekecewa ini.
Tapi siapa yang telah membuat Pingting yang begitu angkuh jatuh cinta?
“Siapa namanya?” Yangfeng bertanya sambil menepuk kepalanya.
Pingting masih bersimbah airmata ia mengertakkan giginya, kata-katanya penuh kepedihan. “Chu. Bie. Jie.”
Panglima Zhen Bei dari Dong Lin? Yangfeng terlihat sedikit kurang memperhatikan, tapi kemudian dia mengeluh lagi, dan berkata pelan, “Menagislah. Menangis sampai puas.”
Dinding kesedihannya runtuh, Pingting kembali ke pelukan Yangfeng, airmata mengalir deras.
“Yangfeng, sekarang akhirnya aku....” Pingting menarik dirinya berdiri tapi kemudia ia tiba-tiba merasakan sesuatu di tenggorokannya. Ia memekik “waaah” batuknya mengeluarkan darah merah segar.
“Pingting !” Yangfeng segera berdiri, menatap baju Pingting yang berlumuran darah. “Pelayan! Cepat kemari!”
Dan setelah menagis sampai puas, ia sakit lagi.
Baru kemarin, ia telah berpikir tidak akan kesepian lagi.
Tapi sakitnya malah kembali.
Bahkan lebih parah dan berbahaya dari sebelumnya.
Berkat pelayanan yang tersedia di rumah itu, ia segera mendapat pertolongan yang tepat. Dan dibawah perawatan Ze Yin dan Yangfeng, Pingting perlahan mulai membaik.
Setelah beberapa hari beristirahat, Pingting sudah mampu bangun. Tangisannya sudah membuatnya jauh lebih baik dan pipinya tak lagi menyaratkan kesedihan, walaupun ia sangat sakit, ia pulih lebih cepat dibanding ketika sakit sebelumnya.
“Kau terlihat lebih baik,” terdengar suara akrab di balik kerai. Yangfeng masuk dan tertawa. “Tabib bilang kau bisa turun dari tempat tidur dalam dua hari. Ohh, kau sungguh membuatku takut.”
“Kemarilah, duduk disini.” Pingting menepuk sisi tempat tidurnya.
Yangfeng duduk, kemudian mengeluarkan tusuk rambut dan dengan hati-hati merapikan ramput Pingting. Memperhatikannya dan berkata, “Ini diberikan oleh Raja kepada Ze Yin, aku tidak cocok mengenakannya jadi kuberikan padamu.”
Pingting melihat lewat cermin apa yang dimaksud Yangfeng. “Apa kau memberikannya dengan ikhlas?” Pingting berhenti sebentar sebelum bertanya, “Apa Jendral tahu darimana asalku ?”
“Ia tidak bertanya,” jawab Yangfeng. “Selama kau adalah temanku, ia akan melindungimu, tapi...” wajahnya tiba-tiba dilanda kesedihan. “Ia akan segera memimpin pasukan berangkat dari ibukota.”
Suasan tiba-tiba menjadi muram seperti ada sebuah awan hitam besar yang menutupi matahari di musim panas.
Pingting mengambil cermin dari tangan Yangfeng, meletakannya di samping meja, tapi tak mengatakan apapun.
Yangfeng berkata, “Kita selalu akrab. Aku tidak kalah darimu dalam permainan kecapi, tapi aku benar-benar kurang dalam hal perencanaan.”
Pingting memaksa tersenyum, “Kau selalu sombong. Sejak kapan kau begitu merendah?”
“Aku hanya sedikit pintar, seseorang yang hidup diatara dinding, dikelilingi oleh bawahan suaminya baik di Pondok Daun Bunga maupun di Kediaman Resmi seorang Jendral. Untuk urusan masalah militer, kaulah yang mewakili semua wanita.” Mata hitam Yangfeng menatap Pingting sebelum akhirnya berkata, “Mengapa tiba-tiba Raja Bei Mo ingin Ze Yin memperoleh kembali kekuatan militernya? Ze Yin bukan orang yang mengejar kekayaan atau kemasyuran kecuali, Bei Mo dalam masalah besar. Ia takkan mengobarkan segalanya dan membawaku kesini, melupakan sumpahnya. Aku tidak mengerti, Pingting bisakah kau katakan padaku apa yang sedang terjadi?” Yangfeng menekankan setiap kata-katanya.
Diluar jendela kehidupan penuh semangat, tapi didalam ruangan sunyi mematikan.
Pingting terdiam, kepalanya menunduk.
Mata Yangfeng yang ingin tahu menusuk kepala Pingting. Kemudian, Pingting terlihat sangat lelah dan membaringkan kepalanya di atas bantal yang empuk. Dengan senyum kecut ia berkata, “Chu Beijie masuk ke dalam perangkap, dan terpaksa meninggalkan pedangnya. Ia berjanji tidak menyerang Gui Li sampai lima tahun kedepan. Raja Dong Lin ingin menaklukan seluruh daerah, dan karena Gui Li saat ini tidak mungkin untuk diserang, sangat wajar kalau ia mengubah sasarannya. Jadi, apakah ini artinya Dong Lin sudah mulai menyerang Bei Mo?”
“Yeah,” Yangfeng mengerutkan dahi dengan letih, “Akhir-akhir ini, Ze Yin selalu membicarakan Chu Beijie, Panglima terbaik Dong Lin, Tuan Besar Zhen Beiwang...dan orang-orang memberinya julukan Raja Iblis dari Neraka terdalam. Sudah banyak orang yang mati ditangannya.”
Matanya menatap Pingting kemudian senyumnya perlahan mengembang lembut seperti sekuntum bunga. “Jangan khawatir, kita tak bisa mengambil alih masalah para pria. Aku sungguh tidak mengerti mengapa Raja selalu berusaha melebarkan daerah kekuasaannya. Apa memiliki pengaruh yang kekal begitu penting? Ze Yin akan segera berangkat, jadi aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengannya hari ini.” Yangfeng berdiri, tangannya menekan lembut pundak Pingting. “Kau baru membaik, jadi berbaringlah lebih lama. Kalau kau merasa bosan disini, suruh pelayan pergi memetik beberapa kuntum bunga untukmu. Dan kalau kau menemukan masalah, suruh seseorang mencariku.”
Yangfeng pergi melewati tirai manik-manik. Suara bergemerincing membuat Pingting kecewa dan mengerutkan dahi.
Sepertinya ada sebuah perangkap besar disetiap arah dan tak ada celah untuk melarikan diri.
Dan itu adalah sesuatu yang buruk sekali.
--0--
novel, translate, klasik, cina, chinese, terjemahan, indonesia