Kamis, 28 September 2017

Gu Fang Bu Zi Shang -- 3.68

-- Volume 3 chapter 68 --



Ekor mimpi sulit ditangkap. Chu Beijie tidak mampu terlelap.

Tapi Changxiao tertidur pulas di lengannya, sangat nyaman. Tubuhnya yang kecil bernapas dengan berat dan terkadang ia menempelkan wajahnya ke dada Chu Beijie.

“Apakah aku benar-benar boleh meletakannya?” Chu Beijie telah berada di posisi yang sam agak lama. Ia berkata sepelan yang ia bisa dan berkata sambil agak khawatir.

“Iya.”

“Apakah tidak akan membangunkannya?”

“Tidak, ia sudah sangat pulas.”

Chu Beijie memperhatikan anakknya lagi dan berkata dengan dahi berkerut. “Kurasa ia akan terbangun.”

Pingting menjadi kesal dan marah. Ia mendekat dan dengan terlatih mengambil anaknya dari lengan Chu Beijie, lalu membungkusnya dengan selimut. Chu Beijie mendekati. Ia menundukannya kepalanya, mempelajari setiap senti tubuh kecil itu dengan sangat teliti, pandangannya tak pernah beralih dari anaknya.

“Hati-hati.” Chu Beijie berkata dengan gugup, “Jangan sampai membangunkannya, nanti ia menangis.”

Pingting tertawa lama sekali. Ia menegakkan punggungnya dan menatap Chu Beijie, dan ia tertawa kecil, “Mereka berkata, seorang ayah berlaku keras sedangkan ibu selalu lembut, tapi ini sungguh terbalik.”

Chu Beijie tahu ia sangat gugup. Ia menangkap tubuh ramping itu dan menariknya mendekat. Ia berkata dengan mengatupkan gigi-giginya, “Siapa yang sendang menyakiti sekarang?” ia tidak menunggu jawaban Pingting, ia mengigit ringan cuping kuping Pinting.

“Ow…” Pingting berteriak pelan, kupingnya tersengat rasa hangat dan perasaan dalam.

Dan setelah gigitan kecil Chu Beijie melanjutkannya dengan lidahnya. Wajah Pingting menjadi merah padam dan ia bersaha mendorog dada Chu Beijie. Ia berkata dengan agak malu, “Apa yang Tuan lakukan?”

“Aku sedang bepikir, bagaimana caranya bisa menang tanpa pasukan?” Chu Beijie terkekeh kecil, menyebarkan udara hangat disekitar telinga Pingting. “Apa Nyonya sudah menyerah?”

“Menggunakan gigi untuk mengigit seseorang, sangat tidak terhormat….”

Tidak mungkin tubuh kekar dan seuat besi serta bahu yang lebar itu bisa didorong oleh Pingting. Setelah beberapa saat bercanda seperti itu, Chu Beijie menarik Pingting keluar tanpa suara. Begitu di luar tenda, langit malam penuh bintang menyambut mereka.

Chu Beijie menghela napas panjang, “Suasana seperti ini, hanya kurang suara melodi kecapi.” Ia berbalik dan menatap Pingting.

Pingting berkata, “Dimana bisa menemukan kecapi di tengah hutan seperti ini?”

Chu Beijie tertawa tanpa menjawab. Matanya menatap Pingting dalam-dalam, dan Pingting merona sampai ke telinganya. Di bawah tatapan Chu Bejie yang seperti itu siapa yang bisa tetap tenang, tapi Pingting mulai tersenyum. Ia mendekatkan tubuhnya ke dalam rangkulan Chu Beijie dan membawa pria itu melewati tenda-tenda lainnya sampai menemukan tempat yang tenang di pinggiran perkemahan dan duduk disana.

“Karena tidak ada kecapi, bagaimana kalau Tuan membiarkan Pingting menyanyikan sebuah lagu?”

“Lagu apa?”

Pingting menyeringai kecil, “Sebuah lagu pemberontakan, sebagai tanda permintaan maaf pada Tuan?”

“Oh?” Chu Beijie berpikir sejenak. Ia berkata pelan, “Mengapa Pingting perlu meminta maaf?”

Untuk beberapa alasan, Pingting sedikit terkejut dengan pertanyaan tersebut. Ia menunduk berpikir dalam, lalu menjawab pelan, “Mungkin atas kekeras kepalaan Pingting yang menyebabkan banyak kesulitan untuk Tuan.”

Melihat Pingting yang menunduk, Chu Beijie merasa sedih. Ia memeluk Pingting dan berguman, “Selama kau dan Changxio berada di sisiku, semua kesulitan itu sama sekali tidak berarti.”

Ini bukan pertama kalinya Chu Bejie memeluknya seperti ini sejak mereka bertemu kembali. Tapi saat ini rasanya lebih menyejukan dibanding sebelum-sebelumnya. Pemandangan Chu Beijie memeluk erat Changxiao telah terukir di hatinya.

Ia membalas pelukan Chu Beijie dengan lebih erat, dan membiarkan wajahnya bersandar di dadanya. Lalu dengan suara pelan ia bertanya, “Apa Tuan menyesal telah bertemu Pingting?”

Chu Beijie tidak menjawab, ia menarik dagu Pingting dan meletakan ciuman hangat di bibirnya yang merah.

Bintang berkelip dan bayangan pepohonan keluar dari hutan di belakang mereka, menjaga sepasang kekasih yang saling menyayangi ini.

“Ijinkan menyanyikan sebuah lagu untukmu.” Chu Beijie melonggarkan pelukannya dan tersenyum kecil. Lalu mulai bernyanyi.

“Kalau musim semi untuk cinta, musim gugur untuk mengenang, kalau musim gugur hanya untuk mengenang, perpisahan pahit, tidak saling menghianati….”

Suaranya dalam dan jernih, penuh emosi. Setiap kata yang terucap seperti manik-manik mutiara, yang menyilaukan hutan.

“Tidak pernah menghianati….”

Suara Chu Beijie bergema di kala malam, di tengah hutan yang tertidur, angin dan kegelapan bertepuk tangan dengan caranya sendiri.

Tanpa kecapi.

Tapi suara dalam Chu Beijie tidak perlu di temani melodi kecapi.

Ia mencurahkan isi hatinya dalam nyanyian dan kata-katanya “Tidak pernah berhianat”, kata-kata ini membawa kenangan kembali pada Kediaman Jin Anwang dan pertempuran Kanbu dan kejadian-kejadian lain yang terbentang sepanjang perjalanan mereka. Semua ingatan dan rasa sakit keluar, terbang bersama angin.

Rasa sakit pergi, kembali ke tempat mereka berasal.

Suara Chu Beijie mengembara melewati hutan. Pingting mendengarkan dengan seksama. Airmata mulai berlinang dari matanya, jatuh ke rerumputan ketika lagunya selesai.

Hutan sangat sunyi, suara napas panjang Chu Beijie terdengar di telinga Pingting. Bahkan setiap detak jantung Chu Beijie juga terdengar keras.

Pingting menarik lengan bajunya dan menghapus airmatanya tanpa merubah ekspresi wajahnya. “Apa yang Tuan tahu?”

Chu Beijie memeluk Pingting dengan kekanakkan. Ia berbisik, “Aku tahu kau tidak akan mengubah pemikiranmu meskipun menghadapi ratusan bahkan ribuan rintangan.”

“Tidak akan mengubah pemikiran meskipun menghadapi ratusan bahkan ribuan rintangan….” Pingting merenungkan kata-kata itu.

“Bai Pingting yang pintar, Bai Pingting yang bodoh, Bai Pingting yang baik, bahkan Bai Pingting yang jahat, semua itu adalah Bai Pingting yang kucintai.” Chu Beijie menarik napas panjang dan menjawab pertanyaan tadi, “Mengapa aku harus menyesal?”

Mata Pingting lagi-lagi bersimbah airmata. Ia menegadah perlahan, menyaksikan langit malam yang jernih dan menetapkan keputusannya.

Kepedihannya hancur dan menjadi abu yang bersembunyi di balik awan hanya meninggalkan gema kesedihan di hati.

Biarkan seluruh kesengsaraan dan kebencian terpendam hilang seperti asap di balik awan.

Kepedihan yang tidak bisa disingkirkan oleh arak yang kuat.

Ketika ia hamil, ia menangis membasahi seluruh lapisan salju, keputusasaan yang tak mampu ia tahan.

Dibelakangnya, sepasukan prajurit mengejarnya, memenuhi langit dengan api pembunuhan.

Mereka pernah bersumpah pada bulan untuk mengatasi segalanya. Dan mereka telah menghadapi begitu banyak kejadian, begitu banyak rintangan.

Tatapannya terpaku pada langit, ia tiba-tiba berkata dengan gembira, “Bulan sudah keluar.”

“Dimana?”

Jarinya yang begitu kurus setipis tunas daun bawang musim semi menunjuk kesuatu arah di langit. “Disana, Tuan bisa melihatnya?”

Chu Beijie tidak menolehkan kepalanya, hanya memandangi Pingting, hendak melukis wajahnya dengan tinta tebal di dalam pikirannya. Setelah beberapa saat, wajah tampannya akhirnya tersenyum, “Aku melihatnya, ternyata disana.”

Chu Beijie menunduk, dengan lembut mencium mata Pingting yang bergetar.

Mereka berdua menghabiskan malam dengan membicarakan hal-hal tak berguna, tapi di wajah mereka sama sekali tidak terlihat rasa lelah. Di pagi hari, langit perlahan mulai terang, sinarnya sedikit demi sedikit menyebar di hutan, mengangkat kabut. Akhirnya mereka kembali ke tenda, dan melihat bahwa Changxiao telah bangun tak lama sebelumnya. Anak itu sama sekali tidak menangis, juga tidak membuat masalah, hanya penasaran dengan rumbai-rumbai di ujung selimut karena ia tidak berhasil mencopotnya.

“Kau sudah nakal begitu kau membuka matamu.” Pingting mendekat dan berniat mengangkatnya, tapi Chanxiao masih penasaran dengan rumbai-rumbai, tangannya tak mau melepaskannya sehingga selimutnya ikut terangkat bersamanya.

Chu Beijie berkelakar, “Anak baik, ia mengikuti sifat keras kepalaku.”

Changxiao menoleh padanya, ia melihat Chu Beijie mendekat dan ia berteriak gembira. Ia tidak peduli pada rumbai-rumbai lagi sehingga ia melepaskan pegangannya dan selimut itu jatuh ke tanah. Changxiao berusaha meraih Chu Beijie dengan kedua tanganya yang mungil.

Chu Beijie bahkan merasa lebih gembira, “Lihat, ia sungguh menyukaiku.” Tangannya meraih Changxiao.

Pingting tertawa, “Menyukai? Ia hanya tertarik pada pedang itu.”

Dan seperti yang dikatakan Pingting, begitu Changxiao berada dalam pelukan Chu Beijie, ia dengan sepenuh hati berusaha meraih pangkal pedang di pinggang Chu Beijie. Semangat Surga tidak ringan, Changxiao begitu kecil dan sedang berada di pelukan Chu Beijie, maka tidak mungkin ia bisa meraihnya bagaimanapun ia bergerak. Akhirnya ia berteriak dengan putusasa, “Pisau, pisau!”

“Anak baik, kalau kau menyukainya, ayah akan memberikannya padamu.”

“Apa ada ayah sepertimu? Ia masih sangat kecil, senjata seperti itu bukan pilihan yang baik untuk diberikan padanya.”

Tiga anggota keluarga itu sedang bersenang-senang, ketika Moran menyibak tirai tenda dan masuk. Suaranya sangat segar ketika ia melapor, “Beberapa orang yang telah di kirimkan surat pribadi dari Tuan beberapa hari lalu, sudah tiba disini.”

“Mereka seharusnya tiba beberapa hari lagi,” Chu Beijie berkata, “Berapa orang yang sudah sampai?”

“Lebih dari dua puluh.”

“Aku mengira sekitar delapan atau sembilan yang akan tiba hari ini, tapi bisa sebanyak ini dengan surat itu, sungguh luar biasa.” Chu Beijie mengakhiri permainan dengan Changxiao, ia berkata pada Pingting, “Ayo kita temui mereka. Mereka semua bekas bawahanku yang sudah pensiun dengan beberapa alasan. Mereka semua memiliki keahlian masing-masing.”

Pingting berkata, “Yang kudengar mereka semua hidup mengasingkan diri. Karena dipanggil oleh Tuan sendiri di saat paling menentukan, pastinya keahlian mereka tidak perlu dipertanyakan lagi.” Pingting mengambil Chanxiao dan menurunkannya di tanah, lalu ia menepuk kepalanya, “Changxiao, pergilah cari Ze Qing untuk bermain.”

Changxiao begitu gembira ketika ia pergi keluar dari tenda.

Chu Beijie sedikit khawatir. “Bagaimana ia bisa menemukan Ze Qing? Tempat ini begitu kacau.”

“Tenda Yangfeng berada di sebelah. Jangan khawatir, ia pasti menemukannya.”

Mereka bertiga harus mengurus masalah penting. Mereka tak bisa selalu memikirkan anak-anak. Mereka segera pergi menemui orang-orang yang baru saja tiba. Mereka sungguh sangat ahli diantara para prajurit lainnya. Beberapa dari mereka sangat lihai memasang jebakan di gunung dan hutan, sementara yang lainnya hebat dalam menyergap dan membunuh.

Ketika Chu Beijie memimpin mereka, ia sangat menghargai mereka. Yang dipanggil tidak hanya mereka yang berkemampuan bertempur di medan perang, tapi juga mereka yang hebat dalam menyembuhkan luka.

“Kemampuan tabib jenius Huo sangat luar biasa, ia melayani keluarga istana dengan sangat detil dan sampai selesai. Banyak hal diluar dugaan ketika perang dan waktu bisa menjadi masalah, maka hal yang paling penting adalah kecepatan. Dan untuk masalah cepat, kemampuan tabib Huo untuk urusan penyembuhan luka perang adalah yang terbaik.”

Pingting di perkenalkan satu per satu oleh Chu Beijie sebelum mereka kembali untuk melanjutkan pembahasan rencana utama.

Begitu mereka memasuki tenda, mereka menyadari kalau para Jendral telah tiba dan sedang menunggu mereka.

Chu Beijie sangat bergembira, bisa memeluk anaknya di pagi hari dan Pingting berada di sisinya. Wajahnya seperti angin musim semi. Ia tersenyum segar ketika memasuki tenda, “Pasukan baru Bei Mo tiba kemari, dan dari Dong Lin, para mantan bawahanku telah tiba pagi ini. Dengan dua atau tiga hari lagi persiapan, kita bisa mejalankan rencana utama untuk menyelinap ke dalam Yun Chang dan mulai bergerak. Bagaimana menurut kalian?” ekspresi yang lainnya tidak sebagus Chu Beijie, membuat senyum di wajahnya membeku, “Ada masalah apa?”

Setelah sejenak hening, Ruohan buka suara, “Tolong lihat laporan terakhir ini Panglima.” Ia mengeluarkan gulungan kertas dan menyerahkannya pada Chu Beijie.

Salah satu peraturan militer tertulis, untuk laporan yang sangat genting harus ditulis dengan tinta merah, agar para Jendral bisa mengetahuinya dengan sekali lihat dan mengerti bahwa pesan itu sangatlah penting.

Chu Beijie menerima dan membukanya. Kalimat pertama yang terbaca adalah – Keluarga kerajaan Gui Li telah dibunuh oleh He Xia…

Pingting berdiri di samping Chu Beijie. Matanya membelak dan ekspresinya segera berubah ketika membacanya.

Seluruh anggota keluarga kerajaan Gui Li?

Apakah itu berarti bukan hanya He Su tapi Ratu tapi juga anak mereka yang masih sangat kecil.

Dan orang yang melakukannya adalah He Xia, penerus Jin Anwang, Keluarga Jin Anwang yang telah sangat setia melindungi Kerajaan Gui Li selama berabad-abad.

Semua orang tahu, Gui Li adalah kampung halamannya. Meskipun Raja Gui Li tidak begitu baik padanya, tapi mereka telah tumbuh bersama maka ia sangat bersedih.

Chu Beijie membawanya ke kursi, dan membuatnya duduk, lalu bertanya dengan pelan, “Kau tak pa-pa?”

Ratu Dong Lin berjalan mendekat, “Tempat ini begitu sesak dengan rasa sakit. Biar kutemani kau keluar dan mencari Changxiao.”

Pingting akhirnya menjadi lebih tenang dan melihat sekelilingnya. Ia melihat semua orang khawatir padanya, dan hal ini membuatnya menjadi lebih bisa mengendalikan dirinya. Ia berkata pelan, “Aku baik-baik saja, sebaiknya aku duduk. Masalah militer jauh lebih penting, kalian tidak boleh menundanya.”

Chu Beijie tidak menjawab, ia melanjutkan membaca laporannya. Sisanya adalah penjelasan kejadian dan penjelasan rinci tentang informasi yang berhasil di kumpulkan para mata-mata. Lalu ia meletakan laporan di atas meja dan bertanya dengan ringan. “Bagaimana menurut para Jendral?”

Luoshang mengemukakan hal yang menjadi kekhawatiran semua orang. “Gui Li sudah jatuh. Le Zhen benar-benar dihancurkan Fei Zhaoxing, kekuatan terakhir dari empat negara yang mampu melawan He Xia telah berantas.”

“Selanjutnya, He Xia akan mencurahkan perhatiannya untuk membersihkan kita.” Suara Ruohan sangat berat.

Disaat seperti ini sulit untuk tidak merasa berat.

Begitu pasukan Gui Li dikalahkan, empat negara telah jatuh ke tangan He Xia sepenuhnya.

Melawan He Xia yang memiliki kekuatan penuh atas empat negara, bisa diartikan pasukan Ting mereka hanyalah usaha yang sia-sia.

Para Jendral yang berkumpul di dalam tenda adalah para pemimpin pasukan. Mereka mampu menghadapi musuh mereka sendirian dan ahli dalam menilai situasi lawan. Mereka tidak ingin setuju, tapi bagaimanapun mereka memikirkan situasinya, delapan atau sembilan puluh persen keuntungan dipihak He Xia.

Musuh mereka terlalu kuat.

Jari-jari Chu Beijie menekan meja ketika ia dengan sungguh-sungguh mendengarkan.

Setelah semua pendapat telah dikeluarkan. Dan suara kerumunan berhenti, dan kesunyian menyelubungi suasana, hanya sebuah suara jari mengetuk meja yang tertinggal.

Tap, tap, tap, tap…..

Semua orang menatap sosok Chu Beijie yang terlihat kokoh seperti batu. Sepertinya tidak ada apapun di dunia ini yang mampu membuat punggung tegap itu lunglai. Mereka semua menunggu dengan diam. Semakin kesunyian meningkat, keteguhan hati juga semakin meningkat. Sikap yang menunjukan tidak akan pernah menyerah, ada irama tersembunyi yang menyebar di dalam tenda.

Para Jendral megatupkan bibir mereka rapat-rapat. Mereka tahu Chu Beijie sedang berpikir keras.

Tap.

Suara ketukan itu tiba-tiba berhenti.

Dan semua orang entah mengapa merasa sedikit lega.

Chu Beijie berbalik. Mereka mengira ia hendak mengatakan sesuatu tentang rencana mereka dan menunggu dengan bersiap. Mereka sama sekali tidak menyangka ia menoleh pada Pingting dan bertanya, “Apa menurutmu He Xia akan segera meninggalkan Gui Li dan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk membereskan kita?”

Pertanyaan ini sunggu diluar dugaan semua orang.

Dan seluruh tatapan mengarah pada Pingting.

Pingting tetap diam untuk beberapa saat, warna di wajahnya telah kembali. Ia berdiri, memandang gulungan laporan di atas meja, tulisan merah itu seperti melompat keluar, dan ia merasa hatinya seperti ditujuk jarum tipis. Ia menghela napas sambil mengerutkan dahi dan berbisik, “Tidak.”

Ini berbeda dengan dugaan semua orang.

Ada nada gembira yang terdengar, karena mereka tahu perkataan Bai Pingting bukan omong kosong. Setelah semua orang bertukar pandang, Ratu Dong Lin membuka suara, “Bagaimana Pingting bisa pasti?”

Sebuah tangan besar mengenggam kuat tangan Pingting. Pingting mengangkat kepalanya, memberikan Chu Beijie tatapan dalam. Ia berbalik menatap Ratu Dong Lin dan berkata, “Apa Ratu tahu mengapa He Xia menggunakan cara licik dan kejam seperti itu untuk mendapatkan dunia?”

“Untuk kekuatan dan kemasyuran.”

Pingting merapatkan bibirnya lalu tersenyum masam. “Untuk rumahnya, Kediaman Jin Anwang.”

Kediaman Jin Anwang.

Rumah mereka yang selalu menyenangkan tamu-tamunya, dari lagu-lagunya sepanjang malam sampai angin dingin bertiup.

Kolam sudah tenang, menyambut angin. Kediaman Jin Anwang yang terang benderang telah menghilang tersapu api dalam semalam.

“Setelah pasukan Gui Li di hancurkan, tidak ada lagi kekuatan yang bisa mengancam He Xia.” Pingting melanjutkan, “Sekarang, setelah ia menghancurkan empat negara dengan tangannya sendiri, apalagi yang ia inginkan? Kediaman Jin Awang sekali lagi akan menaikan ambisi He Xia yang tinggi, ia akan segera mengembalikan Jin Anwang pada kedudukannya yang lebih tinggi dan mulia atas kemenangannya yang mustahil.”

“Maksud Nona…He Xia akan meningalkan Gui Li dan membangun kembali Jin Anwang?” Moran mengerutkan dahinya ketika berkata, “Tapi kepribadian Tuan Muda Jin Anwang sepertinya tidak akan melakukan hal yang begitu menghabiskan banyak waktu, ketika ia tahu pasti bahwa ia dibawah sasaran Panglima kita.”

Chu Beijie tersenyum senang, “Moran, perhatikan dengan seksama. Pingting mengatakan ‘Kemenangan yang mustahil’?”

“Aku mengerti!” Luoshang tiba-tiba memahaminya. Ia mulai berkata, “He Xia ingin segera menaiki taktah! Ia ingin segera mendirikan negara baru dan menjadi Kaisar agar Jin Anwang bisa menjadi kemenangan yang mustahil.”

Ruohan menepuk punggung kursi dan berseru, “Begitu susunan pemerintahan terbentuk, He Xia akan secara resmi mengendalikan empat negara, sehingga kelompok-kelompok pemberontak dari para penduduk akan menjadi lebih lemah.”

“Lalu ia akan menggunakan otaknya untuk menciptakan politik yang santai dan membuat semua orang menjadi tenang…”

“Dan setelah semua itu, ia akhirnya akan memiliki waktu untuk membereskan kita.”

“Akan sangat mudah membereskan kita pada saat itu.”

Meskipun mereka berpikir kalau situasinya sangat genting, tapi pemikiran ini tetap tidak berubah. Bagaimanapun mereka melihatnya sepertinya mereka hanyalah seekor kura-kira didalam kendi.

Ekspresi semua orang menjadi lebih gelap dari sebelumnya.

Moran berpikir lagi, lalu ia menoleh pada Chu Beijie. “Jadi, Tuan tolong putuskan apa yang akan kita lakukan.”

Chu Beijie tersenyum kecil. Pingting melihat ia akan berbicara padanya, ia segera mengelengkan kepalanya, “Jangan lagi mengujiku. Penasihat utama disini adalah Tuan.”

Chu Beijie khawatir Pingting terlalu memikirkan laporan barusan dan hendak bermain-mainnya dengannya agar ia bisa segera melupakannya. Tapi setelah mendengar Pingting berkata seperti itu, ia tak bisa membuatnya mendapat tepuk tangan lagi, maka ia berkata pelan, “Nyonya ingin melihat suami membuat keputusan? Baiklah kalau begitu.” Tatapannya beralih kepada para Jendral disekitarnya.

Semua orang tahu Chu Beijie telah memtuskan sebuah rencana. Mereka memperhatikan dengan lebih seksama, menahan napas mereka untuk mendengarkan baik-baik.

“Pasukan Gui Li kalah terlalu cepat, kita kehabisan waktu. Tak perlu persiapan mendalam, Moran dan aku akan membawa seribu orang pilihan terbaik untuk segera menyelinap kedalam Yun Chang, menaklukan Qierou.”

Luoshang yang telah menemani Chu Beijie selama bertahun-tahun berpikir ia akan turut serta menyelinap ke dalam Qierou tapi ia tidak mendengar namanya disebut. Ekspresinya berubah, ia hampir melompat dari kursinya “Tuan, aku…”

“Jangan khawatir, kau punya tugas lain.”

Luoshang menenangkan dirinya dan kembali duduk.

“Tidak mudah membentuk negara baru, He Xia pasti akan mencari ahli Feng shui untuk memilih hari baik, sehingga acara akan disetujui oleh semua semua pihak. Setelah ia mendapatkan hari baik, kita akan membantunya membuat beberapa kejadian tidak beruntung untuk menurunkan semangatnya.” Chu Beijie lalu memilih beberapa orang, “Ruohan, Luoshang, Hua Can. Masing-masing membawa beberapa mantan bawahanku yang tiba hari ini dan beberapa orang prajurit yang berkemampuan lebih dari pasukan, bentuk beberapa kelompok dan masuk ke beberapa tempat.”

Ruohan mulai mengerti dan memastikannya, “Panglima menginginkan kami menciptakan kejadian pertanda ketidak beruntungan untuk membuat penduduk menjadi panik, benar bukan?”

Chu Beijie mengangguk, “Hal ini membutuhkan keahlian membohongi berbeda dengan medan perang. Karena prajurit Yun Chang berada dimana-mana, hati-hatilah Ruohan, menyembunyikan jejak jauh lebih penting, jangan sampai kau dikenali. Terserah padamu bagaimana menciptakan kejadian itu, tapi apa kau bisa melakukannya?”

Ruohan belum sempat menjawab ketika seseorang menyela.

“Tanah mengeluarkan darah, burung layang-layang mati berjatuhan tanpa alasan, patung menangis, hal-hal semacam itu, benar?”

Chu Beijie menoleh dan mengetahui suara itu berasal dari Hua Can. Chu Beijie tersenyum padanya, “Aku tidak menyangka Jendral Hua sangat ahli tentang hal ini. Benar, hal-hal semacam itu.”

“Hal ini tak sulit dilakukan.” Hua Can mengerutkan dahinya, “Tapi meskipun kita mencurahkan tenaga untuk membuat penduduk tidak nyaman, hal ini tidak berhubungan dengan He Xia dan ratusan ribu prajuritnya. Bukankah ini tidak berguna?”

Tentu saja bermain hantu-hantuan tidak membuat bergairah seperti pergi ke Qierou. Luoshang juga sedikit merengut atas hal ini. Tapi mendengar ketidakpuasan Hua Can terhadap Chu Beijie, Luoshang segera menjawab keras, “Bagaimana Jendral Hua tahu kalau hal ini tidak berguna? Kau seharusnya tahu kalau menyerang musuh, menyerang hati mereka juga sangat penting…”

Chu Beijie menaikkan tangannya, menghentikan Luoshang melanjutkan perkataannya. Ia menoleh pada Hua Can dan berkata, “Kau akan tahu apa kegunaannya nantinya.” Chu Beijie tidak menjelaskan lebih lanjut, ia meneruskan pembagian tugas kesetiap orang, “Sisanya dari kalian akan tetap di sini dibawah komando Kakak Ipar. Kalian akan bersembunyi di dalam hutan, bersabar menunggu kabar.” Ia menoleh pada Ratu Dong Lin dan berkata lagi dengan suara lebih pelan, “Aku meninggalkan sisanya padamu, Kakak Ipar, kalau musuh mendekat, pastikan untuk bersembunyi, sama sekali jangan berpikir untuk menghadapinya.”

Sejak Ratu menerima wewenang penuh atas nasib Dong Lin, ia telah berkali-kali menghadapi bahaya, maka ia bukan lagi wanita yang hanya tahu bersembunyi di balik dinding istana yang dulu. Ia sama sekali tidak membantah perkataan Chu Beijie. Ia mengangguk pasti, “Jangan khawatir, aku sama sekali tidak akan bertindak berani dan memastikan segalanya tetap tenang sebisa mungkin. Aku akan menjaga tempat ini, menunggu kalian semua kembali.”

“Kalau begitu aku bisa tenang.”

Chu Beijie telah membagi tiga rencana hanya dalam waktu singkat. Sepertinya rencana telah ditetapkan. Semua orang yang berada di dalam tenda telah bertempur di medan perang dan mulai lelah menunggu, maka mereka sangat berharap untuk melakukan sesuatu. Moran yang pertama berdiri dan berkata, “Karena kita akan segera berangkat menuju Qierou, aku akan membuat persiapan. Dan orang-orang yang akan ikut pergi, aku akan memilih lima ratus dan Tuan bisa memilih seratus dari mereka, apa itu cukup?”

Chu Beijie menjawab, “Tidak perlu, aku percaya pada pilihanmu. Kau bisa memilih semuanya yang akan pergi bersama kita. Perintahkan mereka untuk mengenakan pakaian ringan dan bersiap untuk segera berangkat.”

Luoshang juga berdiri. Ia merenggangkan tubuhnya, mengendurkan otot-ototnya dan berkata, “Kami akan terbagi menjadi tiga kelompok, tapi kami masih harus memilih dengan hati-hati negara mana yang akan kami susupi dan tindakan yang akan dilakukan. Jendral Ruohan, Jendral Hua Can, ayo kita cari tempat untuk berdiskusi lebih lanjut.”

Para Jendral pergi dengan cepat. Ratu Dong Lin juga berdiri, “Atas perintah Panglima Zhen Beiwang agar aku menjaga tempat ini, aku akan mulai memeriksa seluruh area.” Setelah ia melangkah beberapa kali, ia berhenti dan menoleh pada Pingting, “Tentang perempuan muda bernama Zuiju, aku ingat, ia mengalami kecelakaan di Yun Chang bukan ?”

Pingting tidak siap dengan pertanyaan tentang Zuiju yang begitu tiba-tiba. Hatinya tersengat ketika ia berusaha menjawab. “Di gunung Songsen di perbatasan Yun Chang dan Bei Mo….”

“Hm…” Ratu Dong Lin mengangguk. Lalu ia berkata lagi dengan lebih keras, “Karena Panglima Zhen Beiwang akan pergi ke Qierou, kurasa kau bisa membawa serta tabib Huo. Ia selalu ingin pergi ke Yun Chang, tapi karena aku khawatir, aku selalu menggunakan penyakitku untuk menahannya beberapa kali. Tapi melihatnya, ia akan pergi juga cepat atau lambat. Aku akan lebih tenang kalau ia pergi bersamamu.”

Chu Beijie dan Pingting saling bertukar pandang.

Perjalanan ke Qierou kali ini adalah untuk meyusup ke daerah musuh. Jauh lebih berbahaya jika dibanding tabib Huo mencari Zuiju sendirian. Dan tak mungkin Pingting membiarkannya terluka, karena ia adalah guru Zuiju.

Pingting berkata, “Tubuh Zuiju sebenarnya tidak berada di Yun Chang, ketika aku tinggal di tempat persembunyian Yangfeng, kami mengguburnya disana, dalam wilayah Bei Mo.”

“Kau tidak perlu memperlihatkan mayat Zuiju. Tabib Huo tidak akan bisa menerimanya, ia sudah tua.” Ratu Dong Lin menghela napas, “Kalian masih muda, belum mengeri. Orang-orang tua tidak bisa menanggung kejutan sebesar itu. Kalau ia melihat kuburan, itu akan jadi malapetaka baginya. Aku hanya ingin kau membawanya sedikit berkeliling dan biarkan ia mengubur masa lalunya.” Ketika berkata ia juga terkenang akan anak-anaknya yang sudah meninggal. Sudut matanya mulai memerah, tapi ia menahannya, berusaha tidak menangis.

Chu Beijie tidak bisa menolak lagi setelah mendengarnya. Ia menjawab, “Tenanglah kakak ipar, kalau tabib Huo ingin ikut serta, aku akan menjaganya sepanjang perjalanan.”

Lalu ia mengantar Ratu keluar. Setelah kembali ke dalam tenda, ia menyadari Pingting masih berdiri di tempat yang sama. Meskipun ia telah sering melihat darah segar mengalir dan telah membunuh banyak sekali musuh-musuhnya, tapi ia sangat takut melihat kekasihnya menjadi kecewa.

Pingting akhirnya kembali ke sisinya setelah dua tahun. Chu Beijie melihatnya seperti boneka kaca yang bisa pecah kapan saja begitu wajahnya menjadi kelam, dan Chu Beijie tak bisa menghentikan rasa khawatirnya. Ia perlahan mendekati Pingting dan berkata pelan, “Apa yang kau pikirkan? Bagaimana kalau kau mencari Changxiao?”

Pingting tahu Chu Beijie khawatir kalau ia kecewa berat atas nasib Zuiju. Ia menoleh dan menatap padanya, dan tersenyum. “Rencana yang Tuan buat tadi, atas pertimbangan kalau He Xia berencana segera menaiki taktah begitu negara baru selesai terbentuk. Bagamana kalau Pingting salah dan ternyata He Xia malah membawa pasukannya menuju Dong Lin untuk menyerang kita, akan jadi petaka.”

“Bagaimana Pingting bisa salah menebak? Pingting yang paling tahu He Xia.”

Pingting menghela napas.

Chu Beijie bertanya, “Kenapa? Pingting tidak percaya pada dirinya sendiri? Tapi sepenuhnya percaya pada Pingting.”

“Aku juga berpikir kalau aku paling tahu dirinya. Kalau aku tidak bisa menebak pemikiranya seratus persen setidaknya sekitar tujuh atau delapan puluh persen.” Pandangan Pingting beralih ke laporan militer yang tergeletak di atas meja. Dan ia menghela napas lagi, “Aku tidak pernah menduga ia akan membunuh He Su apalagi Ratu dan anaknya yang masih kecil. Aku tidak tahu mengapa, padahal He Su tumbuh bersama kami. Meskipun kebencian He Su telah menyebabkan kehancuran Kediaman Jin Anwang, tapi Pangeran kecil umurnya baru beberapa tahun. Ketika ia lahir, kami semua merayakannya dengan minum arak. Tuan Muda memberikannya liontin giok bersama kalung emas untuk dikenakan di lehernya…”

Chu Beijie tidak menunggu kata-katanya selesa, ia menarik Pingting dan memeluknya erat, ia menciumi matanya lagi dan lagi, lalu berguman, “Sudah cukup, kau akan sangat kecewa kalau diteruskan, aku juga kecewa. Kau tidak ingin aku tidur? Aku akan segera berangkat ke Qierou?”

Wajah Pingting memerah karena ciuman-ciuman Chu Beije. Ia melepaskan dirinya, “Aku tidak akan bisa tidur kalau Tuan selalu menganggu setiap kali. Hmm.. kalau kita berdua akan pergi, apa sebaiknya kita bawa Changxiao juga?”

Chu Beijie seperti membeku sesaat. “Kau juga ikut pergi?”

“Memangnya tidak?”

Chu Beijie berkata lagi, “Terlalu berbahaya, jangan ikut.” Alisnya berkerut, wajahnya yang tampan lagi-lagi menampakkan ekspresi muram.

Pingting tidak takut dengan ekspresinya, ia bersadar pada pundaknya dan berkata, “Tuan tidak menginginkan Pingting berada di sisinya lagi?”

Kata-kata lembut ini menggugah perasaannya. Banyak orang yang berusaha seperti itu kepadanya tapi sepertinya ia benar-benar dikalahkan oleh wanita yang satu ini. Alisnya tetap berkerut, tapi suaranya tidak sekeras tadi, “Tentu saja tidak”

“Apa Tuan tidak khawatir meninggalkan Pingting disini, istrinya mungkin sudah pergi begitu Tuan kembali? Dunia sedang kacau, Pingting sungguh ingin membawa Changxiao berkelana ke semua tempat meskipun hanya satu kali”

Chu Beijie berbalik dan mencengkram kedua lengan Pingting sambil menatapnya, “Hebat, berani sekali kau mengancamku lagi. Apa sekarang itu sudah menjadi kebiasaanmu?”

Pingting terkekeh dan berusaha melepaskan diri, “Aku tidak berani, aku tidak berani. Kalau Tuan ingin Pingting tetap disini, Pingting akan patuh.”

Chu Beijie tidak menyangka Pingting akan menyerah semudah ini. Chu Bejie memeluknya dan membelai rambut Pingting yang berantakan, “Aku mau melihat CHangxiao.”

“Ia pasti sedang bemain bersama Ze Qing.”

Mereka berdua mencari Changxiao. Dan sesuai perkatan Pingting, Changxiao berada di samping Yangfeng sedang bermain dengan riang bersama Ze Qing. Melihat Chu Beijie, Changxiao berlari menghampiri dan berusaha mengambil pedang dari pinggangnnya. Karena akan segera meninggalkan anakknya, Chu Bejie mengangkat Changxiao, memeluk dan menciumnya. Lalu dengan enggan melepaskan anakkya yang ingin bermain. Changxiao tidak mungkin tahu pemikiran ayahnya, begitu ia tiba di tanah ia segera berlari dan bermain dengan Ze Qing lagi.

Setelah sekitar satu jam, Moran selesai mempersiapkan segalanya. Ia berlari untuk melapor, “Para prajurit sudah dipilih, hanya tinggal menunggu perintah.”

Chu Beijie menganguk, dan memikirkan sesuatu, lalu ia berkata pada Moran, “Pilih seekor kuda muda yang bagus, untuk Pingting.”

Moran segera menjawab dan berlalu untuk melakukannya.

Pingting menunggu sampai Moran menghilang lalu tersenyum pada Chu Beijie, “Apa Tuan sudah mulai lunak pada musuh? Tuan mengatakan pada Pingting untuk tinggal, jadi untuk apa memilih seekor kuda untuk Pingting? Tuan sungguh takut, Pingting akan membawa pergi Changxiao?”

Chu Beijie kesal medengarnya dan ia mengertakan gignya. Lalu menguncinya di dadanya “Kau tidak akan pergi kemanapun, aku akan mengikat dirimu padaku.”

Pingting telah menyiksanya sampai ia merasakan keputusasaan yang luar biasa selama dua tahun. Ia telah berpikir dan berpikir, dan pada akhirnya ia memutuskan, untuk membawanya bersamanya. Meskipun disana sangat berbahaya, setidaknya ia bisa melakukan sesuatu untuk melindunginya.

Ia telah dengan gila mencarinya di gunung Songseng, menerobos empat pos pemeriksaan Yun Chang satu demi satu. Itu juga termasuk siksaan.

“Bagaimana dengan Changxiao?”

Chu Beijie memikirkannya dengan sulit dan hampir kalah dengan perasaan seorang ayah. Setelah beberapa saat ia akhirnya berkata, “Untuk saat ini, tinggalkan bersama Yangfeng. Selama aku mengawasi ibunya, aku tidak perlu khawatir kehilangan anak.”

Meskipun Pingting tidak rela meninggalkan Changxiao lagi, tapi meninggalkannya bersama Yangfeng membuatnya lebih tenang. Ia mengangguk setuju, lalu meregangkan tubuhnya dan memeluk Chu Beijie.

Chu Bejie tidak bisa melawannya sejak awal, ketika ia menatap Pingting, melihat seseorang yang begitu berharga dalam hidupnya yang begitu lembut dan anggun, ia berpikir membawanya bersamanya adalah hal terbaik. Ia menunduk dan memperhatikan rambut hitamnya, ketika hendak menyentuh tusuk rambut yang dikenakannya, terdengar suara langkah kaki menghampiri. Ia dengan segera menghentikan tangannya.

Moran datang lagi dan melapor, “Kuda untuk Nona Bai sudah dipilih.”

Pingting sudah membuka matanya sebelum Moran tiba. Ia melepaskan pelukannya.

“Untuk menghindari kewaspadaan pasukan musuh, malam hari waktu yang terbaik untuk bergerak. Sampaikan perintahku, masak makan malam lebih awal dan berangkat setelah selesai makan.”

Ketika malam, di tengah kumpulan debu yang berterbangan, sekelompok orang yang tidak terlihat mencurigakan keluar dari hutan.

Mereka melewati gunung, menuju kota Qierou.

Kota kecil sederhana miliki Yun Chang itu dengan tenang berdiri di tempatnya. Sama sekali tidak mengira, perubahan dunia akan segera terjadi.

Ketika suara langkah kaki kuda Chu Beijie dan istrinya terdengar, ketika memulai perjalanannya, segalanya telah diputuskan, dalam langkah pembukaan atas pergerakan pasukan Ting, nama Qierou akan selalu dikenang.

--00--

Home


novel, translate, klasik, cina, chinese, terjemahan, indonesia