Minggu, 25 September 2016

Gu Fang Bu Zi Shang -- 2.41

-- Volume 2 chapter 41 --


Dihari pasukan Dong Lin berangkat menuju Yun Chang juga adalah hari He Xia berpamitan pada Putri Yaotian dan bergegas menuju perbatasan.

 

Sebagian besar pasukan Yun Chang sudah diletakan di tempat dan bersiaga. Mereka mengumpulkan keberanian untuk melawan ahli strategi militer Dong Lin yang paling ditakuti, Chu Beijie, mereka mempersiapkan segalanya di setiap sudut perbatasan. Mereka semua tahu, hanya Tuan Besar Zhen Beiwanglah yang mampu menandingi Tuan Besar Jin Anwang. Yun Chang meletakan nasib mereka di tangan Tuan Besar Jin Anwang, dengan mengetahui kalau militer mereka di pimpin olehnya, maka ini adalah pertarungan yang seimbang dengan Chu Beijie.

 

Bendera-bendera menutupi langit seperti biasanya dan suara gendang pertempuran bergetar di udara. Hari itu sepertinya suasana agak menyedihkan. Udara dipenuhi oleh ketetapan hati yang sangat kuat.

 

He Xia mengenakan pakaian baru dan terlihat tampan. Ia sangat penuh semangat seperti yang terlihat oleh ratusan tatapan para pejabat padanya. Hanya Suami Ratu yang bisa mengalahkan Chu Beijie saat ini. Nasib Yun Chang, menang atau kalah dalam medan pertempuran, semuanya berada di tangannya. Dibawah ribuan pasang mata, ekspresi He Xia sangat percaya diri dan kokoh. Ia berbalik untuk menoleh pada Tuan Putri yang memberikan secangkir arak padanya untuk mengirimnya pergi dengan keberuntungan. Tatapan He Xia berhenti pada wajah Putri yang mempesona dan ia tersenyum. Meskipun ia tidak berkata apapun, satu senyuman sudah cukup.

 

Semua ribuan kata yang ingin diucapkan Yaotian meleleh dalam satu tatapan penuh cinta. Ia tahu meskipun ia tidak ingin He Xia pergi, He Xia harus segera berangkat. Ia berkata lembut, “Tolong sangat berhati-hatilah Suamiku.”

 

He Xia menatapnya dengan lembut awalnya, tapi kemudian ia tersenyum dengan riang. Ia santai berbisik di telinga Yaotian, “Ada sebuah pertanyaan yang diajukan oleh ratusan para pejabat Yun Chang. Kupikir Putri juga akan menanyakan hal itu, tapi sepertinya tebakanku meleset.”

 

“Untuk apa aku bertanya?” ekspresi Yaotian tajam ketika ia berbisik, “Suamiku adalah pahlawan sejati, ia tidak akan kalah menghadapi Chu Beijie.”

 

He Xia tertawa dan berbalik untuk menaiki kudanya.

 

Bendera di belakangnya berkibar di langit. Tatapan He Xia berkeliling menatap para pejabat dan akhirnya berhenti untuk menatap Yotian dengan dalam. Penguasa negri melambaikan tangannya dengan lembut disamping para pejabat, mengantar kepergiannya. He Xia menyadari bahwa ini bukan pertama kalinya ia merasakan sensasi seperti ini, kepahlawanan dan kehormatan.

 

Dan lawannya masih orang yang sama Chu Beijie.

 

Tapi hari ini, yang mengantar kepergiannya bukan Raja Gui Li, He Su, dan ia tidak berangkat dari ibukota Gui Li. Dan negara yang ia lindungi juga bukan Gui Li.

 

Dan sosok yang tak terpisahkan darinya juga bukan Pingting.

 

Jika ia berhasil membawa Chu Beijie hidup-hidup dan memenjarakannya di Kediamannya, apa yang akan Bai Pingting lakukan ketika melihat pria itu?

 

Tatapan He Xia beralih ke arah para prajurit dan para Jendral, yang sudah siap untuk berangkat. Ia mengangkat pedangnya ke udara.

 

“Berangkat!”

 

Suara roda kereta dan langkah kaki kuda mulai bergerak, perlahan, seakan mencoba membangunkan dunia dengan getarannya.

 

Debu kuning berterbangan.

 

Dari titik itu, seluruh kekuatan militer Yun Chang berada di tangan He Xia. Untuk menaklukan Dong Lin, Yaotian tidak boleh bertindak ragu.

 

Tanah yang coklat dan lumpur di perbatasan segera akan dibasahi darah, menutupi seluruh dataran dengan amisnya. Tak peduli seberapa banyak nyawa yang dikorbankan, permusuhan di antara dirinya dan Chu Beijie sudah digariskan langit sejak lama. Dan segera akan berakhir.

 

Ia harus menang.

 

Dari belakang, sosok He Xia yang berada di atas kudanya terlihat sangat bangga dan penuh percaya diri.

 

Yaotian pergi ke tempat tertinggi di tembok ibukota, mengikuti sosok He Xia dengan kedua matanya.

 

Sebagai Jendral terkenal, pria itu pergi ke tempat jauh yang tidak terjangkau olehnya.

 

Hembusan angin sangat kuat di tempat tinggi itu, hiasan anting-anting di mahkota Yaotian terus bergoyang tanpa berisitirahat. Sepertin hatinya yang juga terus bergetar, setiap kali terkena hembusan angin.

 

“Suamiku akan menang, ia pasti akan mengalahkan Chu Beijie.” Ekspresi Yaotian menjadi sedikit tenang.

 

Para penjaga memperhatikannya dari jarak sepuluh langkah di belakangnya. Dari begitu banyak para pejabat di sekitarnya, hanya Gui Changqing pejabat dengan kedudukan yang sangat tinggi, yang bisa bersamanya di tempat itu di sampingnya.

 

Gui Changqing berdiri di belakang Yaotian, penampilan punggung He Xia juga terlihat olehnya. Saat ini sudah terlihat sangat kecil dan akan segera menghilang di kejauhan.

 

Suara Gui Changqing sangat pelan. “Aku selalu meletakan keyakinanku pada He Xia, tapi berperang demi seorang wanita sungguh tidak layak. Apakah anak-anak muda Yun Chang harus dikorbankan untuk melawan prajurit Chu Beijie? Putri sudah tahu banyak dari mereka masih sangat muda, dan sebagian merupakan anak-anak bangsawan. Kalau perang tak berarti ini tidak dihentikan, berapa dari mereka yang mampu kembali ke ibukota dengan selamat?” ia menoleh pada Yaotian. “Waktunya sangat mendesak, Apa Putri sudah memutuskan?”

 

Hembusan angin sepertinya semakin bertambah kuat. Sepertinya bendera Yun Chang yang sudah berada jauh mengajukan protesnya dengan suara keras. Yaotian mengambil napas dalam sebelum ekspresi wajahnya menjadi serius dan mantap. “Iya, aku sudah memutuskan.”

 

Ia berbalik menuju tembok sebelah dalam ibukota, tatapannya mencari-cari dan berhenti pada menara di tempat Kediaman Suami Ratu. Bai Pingting, wanita yang bisa merubah seluruh situasi ini sedang di tahan disana.

 

Suara pasukan yang bergerak mengejutkan langit. Bahkan dari Kediaman Suami Ratu suara itu masih bergema sedikit.

 

Zuiju mendengarkan dan ia berkata dengan gembira, “Nona Bai, He Xia telah berangkat!”

 

Tanpa orang sepintar He Xia berada di sekeliling mereka, melarikan diri dari Kediaman ini dengan kepintaran Pingting sepertinya tidak sulit untuk dilakukan.

 

“Apa yang akan kita lakukan sekarang? Dengan akupuntur atau obat?” Zuiju mencoba berpikir dengan cara kasar. “Kehadiran He Xia membuat kita sulit mengambil tindakan, jadi kita tidak tahu bagaimana situasi diluar…bagaimana kalau begini, aku akan memeriksa pengaturan penjagaan disekitar sini dan juga mencari jalan untuk pergi keluar. Haaaa, kalau saja kita punya peta ibukota Yun Chang. Mungkin ada peta di ruang kerja He Xia, mengapa tidak kita….”

 

“Tidak perlu.” Pingting berkata dengan pelan.

 

Zuiju tidak mengerti, “Tidak perlu?”

 

“Tidak perlu membuang-buang tenaga kita.”

 

“Kita tidak punya banyak waktu. Kalau kita tidak segera menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri, maka Nona akan…” Zuiju melirik ke kanan dan kiri khawatir, ia berkata dengan berbisik, “Mereka akan melihat perutmu.”

 

Pingting melihat perutnya yang masih belum menonjol. Hal ini membawa perasaan lembut seorang ibu. Ia memukul lembut pada Zuiju dan berkata, “Menurutmu perlakukan Tuan Putri pada He Xia?”

 

Zuiju tahu kalau pertanyaan Pingting bukan pertanyaan sembarangan. Ia berpikir hati-hati sebelum menjawab, “Aku mengintip beberapa kali ketika Tuan Putri datang terakhir kali. Putri sangat cantik dan cocok bersanding dengan He Xia. Dari yang kuperhatikan, ia sangat peduli pada He Xia.”

 

“Memang, Putri sangat perhatian.” Pingting mengangguk, “Sejak saat itu, aku belum pernah bertemu lagi dengan Putri, seakan ia telah melupakan kehadiranku.”

 

Zuiju sepertinya mulai menemukan petunjuk tapi ia tetap bertanya, “Mengapa tiba-tiba membicarakan Tuan Putri, sepertinya masalah kita tidak ada hubungannya.”

 

Pingting perlahan mengalihkan pandangannya ke langit-langit. Suaranya jelas dan ringan, “Panah sudah dipasang dibusur, sudah ditarik tapi belum di tembakkan. Bukannya tidak ingin dilepaskan tapi hanya menunggu waktu yang tepat. Semakin ia tidak peduli pada kehadiranku, sebenarnya ia semakin memikirkannya.”

 

“Tuan Putri menunggu He Xia pergi?” Zuiju berbisik dan merendahkan kepalanya, tiba-tiba menyadari hal yang penting. “Kecemburuan seorang istri adalah racun yang paling berbahaya, meskipun ia seorang Tuan Putri. Bagaimana kalau ia memutuskan untuk membunuhmu selama He Xia pergi?”

 

Pingting dengan yakin menggelengkan kepalanya. “Meskipun seorang istri sangat cemburu tapi ada yang bodoh dan ada yang pintar. Yaotian adalah Tuan Putri dari Yun Chang yang telah memilih He Xia yang tidak memiliki apapun, seseorang dari luar negaranya yang hanya memiliki jabatan yang sudah tidak berguna, daripada seseorang yang ia kenal dari kalangan militer negaranya sendiri. Ia pastinya bukan seorang wanita bodoh. Ia tahu persis kalau He Xia dengan susah payah membawaku kesini dan berusaha menghiburku. Kalau ia secara langsung meninggalkan jejak pada kematianku, maka hubungan mereka sebagai suami istri akan selesai. Dan kalau aku meninggal, He Xia untuk sementara mungkin akan menahan diri menyerangnya karena ia seorang Tuan Putri, tapi Chu…..” Pingting menyadari apa yang akan dikatakannya dan segera berhenti ketika nama pria itu hampir keluar dari bibirnya. Ekspresi Pingting berubah dan ia secara marah mengatupkan bibirnya.

 

Zuiju sudah mengerti maksud Pingting dan melanjutkan sisanya, “Tuan Besar tidak akan melepaskannya.” Ia perlahan menghela napas dan berkata, “Tuan Besar sudah pasti, melawan perintah Yang Mulia Raja saat ini, dan Tuan juga memutuskan untuk menyerang Yun Chang. Itu… artinya ia masih belum menyerah pada Nona.”

 

“Jangan diteruskan.” Pingting tiba-tiba berdiri. Ia berniat berjalan keluar tapi sepertinya berubah pikiran untuk suatu alasan. Ia berdiri dengan posisi Zuiju di belakangnya dan ia berbisik, “Mengapa hubungan kami harus dikaitkan dengan para prajurit? Semua darah yang akan mengalir dan nyawa yang akan hilang, dalam pertempuran yang akan terjadi antara Dong Lin dan Yun Chang adalah hasil dari kesalahan antara dia dan aku.”

 

Zuiju menghela napas, merasa kecewa dan jengkel. “Lantas apa yang Nona mengharapkan Tuan melakukan apa? Apa yang bisa dilakukan oleh Tuan?”

 

Pingting sepertinya menyesali kata-katanya, dan perlahan berkata, “Aku tidak menginginkan apapun dan ia juga tak perlu melakukan apapun.”

 

“Nona…”

 

“Siapa yang telah bersumpah untuk selalu bersama? Siapa yang mengatakan Bai Pingting tidak bisa meninggalkan Jin Anwang maupun Chu Beijie?” Pingting menghentikan kata-katanya dan nada suaranya menjadi lebih keras, “Aku selalu diberitahu oleh Nyonya dan Tuan Besar Jin Anwang untuk setia, cintai negaramu, pertahankan nama baikmu dan selalu berlaku sesuai moral masyarakat. Apa gunanya melakukan semua itu? Semua orang harus selalu menjaga nama baiknya dan berlaku sesuai norma tapi tak bisakah mereka hidup untuk diri mereka sendiri sekali saja?”

 

Ia berbalik, dan menatap pada Zuiju yang sedang terpana. Pingting lalu melanjutkan, “Kalian semua tahu kalau aku pintar dan orang pintar selalu memiliki alasan untuk segala hal yang mereka lakukan. Meskipun ribuan pertanyaan diajukan, selalu ada jawaban tanpa cela. Zuiju, aku tidak peduli seberapa bersalahnya Tuan Besarmu dan alasan setinggi langit mengapa ia tidak kembali. Aku tak pernah mau mendengar namanya lagi, dan tak mau lagi melihat orangnya juga. Aku bukan seorang pejabat, jadi keputusanku tidak harus selalu masuk akal. Aku seorang manusia yang hidup. Mengapa seseorang harus memutuskan apa yang harus kusukai dan apa yang harus kubenci? Aku hanya ingin hidup dengan anakku, apa itu salah?”

 

Suaranya seperti nada kecapi, jelas dan bergema di ruangan yang sunyi.

 

Zuiju tidak menjawab.

 

Mempertahankan hubungan mereka berdua sepertinya tidak akan pernah bisa. Chu Beijie hanya bisa memilih salah satu dan ia telah memilih untuk melindungi Kerajaan, memilih untuk menyakiti Pingting.

 

Dan, Chu Beijie mungkin akan tetap melindungi Kerajaan.

 

Chu Beijie mungkin tetap akan membiarkan Pingting pergi.

 

Meskipun keputusan itu diambil secara terburu-buru, tapi tetap sebuah keputusan.

 

Meskipun terburu-buru tetap ada yang terluka. Bagaimana mungkin sebuah luka tidak meninggalkan bekas?

 

Siapa yang telah berjanji untuk selalu bersama?

 

Bai Pingting bagaimanapun masih seorang wanita. Mengapa seseorang mengharuskan ia menjaga sikapnya, menjaga nama baiknya dan memikirkan yang terbaik bagi rakyat seluruh negri?

 

Bahkan jika seorang pria yang tidak masuk akal, tinggal untuk alasan yang tidak masuk akal agar tetap hidup, maka hal itu sendiri sudah tidak masuk akal. Tapi satu-satunya hal yang masuk akal adalah menyalahkan mereka karena mengikuti perasaan mereka untuk sekali saja.

 

Dunia memang seperti ini menjadi semakin tidak masuk akal daripada manusianya sendiri.

 

Pingting masih mencitai Chu Beijie.

 

Sangat mencintainya dan juga sangat kecewa padanya.

 

Ia membenci Chu Beijie karena melanggar janjinya, ia juga membencinya karena mereka harus membagi perasaan yang sama, selamanya dikendalikan oleh norma dan keharusan bersikap baik, serta tidak kuasa melawan hukuman karena ingin keluar dari semua itu.

 

Dan diluar mempertahankan norma dan sikap baik, lebih sulit lagi menjaga cinta tetap tulus.

 

Apa yang diinginkan pria lembut ini, dan apa yang begitu diharapkan dengan susah payah oleh Pingting adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi.

 

Jika Pingting tak bisa mendapatkannya, ia seharusnya melupakannya.

 

Melupakannya dan tak pernah mengingatnya.

 

Melepaskan diri dari Chu Beijie, melepaskan diri dari kebenciannya terhadap negaranya sendiri.

 

“Nona Bai, lakukan saja apa yang kau inginkan.” Mata Zuiju berkaca-kaca dan airmata sebening kristal mengalir dari sana. Ia menoleh ke atas untuk menatap Pingting dan berkata lembut, “Sungguh sangat luar biasa bagi seseorang, membuat keputusan hanya bagi dirinya sendiri meski hanya sekali dalam seumur hidupnya.”

 

Seperti mendapat persetujuan, lapisan es terakhir di luar jendela pecah dan terjatuh ke tanah.

 

Ekspresi Pingting menjadi bimbang dan tiba-tiba ia berlutut memeluk Zuiju.

 

Zuiju juga memeluk Pingting dengan erat, mengigit bibirnya dan menahan isaknya.

 

Lakukan saja, lakukan saja.

 

Dalam hidup, seseorang membutuhkan cinta, benci, membuat keputusan dan alasan untuk mendapatkan semua itu.

 

Untuk menangkap angin yang tak bisa ditangkap.

 

“Tidak perlu menjadi orang pintar lagi.” Zuiju terkekeh ketika ia berbisik di telinga Pingting.

 

Hanya seorang wanita biasa, seorang ibu yang berbahagia yang tidak lagi membicarakan ketakukan-ketakutan mereka, seorang wanita lembut yang menjujung tinggi norma dan menjaga kelakukan baiknya.

 

Setiap orang berhak berbahagia.

 

Tidak perlu mengkhawatirkan Dong Lin dan peperangan Yun Chang. Pergi ke suatu tempat yang jauh dan tak pernah menoleh ke belakang.

 

Beritahukan pada anakmu yang sehat dan cakap kalau mereka bisa membuat keputusan untuk diri mereka sendiri.

 

Setiap orang mampu menangis dengan tenang dan juga mampu untuk tertawa bebas dengan keras.

 

Setiap orang mampu menjadi masuk akal, tapi mereka juga mampu bertindak berdasarkan perasaan.

 

“Siapa yang telah berjanji untuk selalu bersama? Kau benar?”

 

“Sebuah hati yang terluka tetaplah terluka. Bahkan jika kau mengatakan demi menjunjung tinggi norma dan sikap baik, apa luka itu bisa menghilang?”

 

“Tidak.”

 

Benar, tidak bisa.

 

Dihari pasukan Dong Lin mendekat dan He Xia berangkat dari ibukota. Bai Pingting dan Zuiju berpelukan satu sama lain, menangis dengan keras.

 

Ini pertama kalinya mereka menangis secara terang-terangan sejak kedatangan ke Yun Chang. Mereka menguras seluruh airmata yang tersimpa di hati, membiarkan semuanya keluar.

 

Matahari musim dingin menghalau awan disekitarnya. Menyinari mereka berdua. Dua wanita lemah ini memang sangat membutuhkan kekuatannya.

 

“Kita harus pergi dari sini.”

 

“Iya, kita harus.”

 

Mereka saling mengangguk, tenaga mereka semakin bertambah dibawah sorotan sinar matahari.

 

Pingting menghapus airmatanya dan berdiri sekali lagi. Ia terlihat lebih tegar daripada sebelumnya. Dibawah sinar matahari, Pingting terlihat memiliki aura yang berwana-warni, seperti sinar batu giok yang langka.

 

Ia memiliki kekuatan dan kekuatan itu berada di perutnya. Ada sebuah kehidupan kecil disana, dan Pingting tak mampu lagi menyembunyikannya.

 

Pingting berdiri tegak, memantapkan pijakannya di tanah.

 

Seorang pelayan diluar memberitahunya disaat yang tepat.

 

“Tuan Putri Yaotian sudah tiba!”

 

Zuiju segera berdiri dan bertukar pandang dengan Pingting.

 

“Cepat sekali.”

 

Pingting mengigit bibirnya dan menahan ucapannya. Setelah beberapa saat, ia menjawab, “Ini hanya masalah waktu. Lebih baik kita menyapanya sekarang."

 

Lalu Pingting keluar bersama Zuiju dan mereka melihat pelayan Putri Yaotian sudah membuka jalan untuk mereka. Para pelayan itu bergerak ke samping dan membungkuk.

 

Yaotian telah memutuskan dan segera menanyakan keberadaan Pingting begitu tiba di Kediaman suaminya. Ia tidak berkata apapun hanya tergesa-gesa berjalan menuju taman, ia melihat Pingting membungkukkan tubuhnya di kejauhan. Hatinya membeku. Ia berjalan perlahan, memperhatikan sosok di kejauhan yang semakin mendekat. Lalu ia menjadi lebih tenang dan berhenti di depan Pingting.

 

“Putri.” Suara Pingting sangat lembut.

 

Dari tempat yang lebih tinggi Yaotian hanya melihat leher belakang Pingting yang berwarna putih dan halus.

 

Meskipun wanita ini tidak cantik tapi ia mempesona dengan caranya sendiri.

 

Yaotian memperhatikan Pingting untuk beberapa saat, lalu ia berkata, “Tidak perlu sopan-santun berlebihan. Suamiku memintaku untuk mengurusmu selama kepergiannya, jadi aku datang melihatmu.” Ia berkata sambil berjalan masuk ke ruangan, bola mata hitamnya melihat ke sekeliling.

 

Ruangan itu di tata dengan rapi dan indah, semua perabot terbuat dari kualitas terbaik dan halus. Seperti ruangan untuk seorang Nyonya Rumah.

 

Yaotian memilih sebuah kursi di dekat jendela, dan berkata, “Kau boleh duduk.” Ia menerima teh hangat dari Zuiju, tatapannya jatuh pada kecapi yang berada di tengah ruangan, dan ia menenguk tehnya.

 

Pingting dan Zuiju tahu, mereka akan segera mendengar maksud sebenarnya dari kedatangan Tuan Putri Yaotian sebentar lagi. Ekspresi mereka tidak berubah, kecuali sikap mereka semakin sopan. Mereka juga tidak bersuara sama sekali.

 

Yaotian sudah cukup memandangi kecapi itu ketika ia menoleh pada Pingting. Sebuah tatapan lembut nampak di wajahnya, “Kau sedang sakit hari itu, jadi aku pergi dengan tergesa-gesa, hanya sempat mendengar permainanmu saja tanpa sempat bercakap-cakap. Bagaimana kabarmu? Apa kau kekurangan sesuatu?”

 

“Semuanya baik-baik saja.”

 

“Lalu…” Yaotian menilai ekspresi Pingting, dan tersenyum. “Apa kau rindu rumah?”

 

Pertanyaannya sedikit aneh, begitu juga dengan nadanya. Jantung Zuiju berdetak dengan kencang, menyatakan kekagetannya.

 

Pingting juga berpikir kalau itu agak aneh. Ia tahu bahwa ketika He Xia pergi, Yaotian akan membuat dirinya tinggal di istana atau di tempat lain dimana He Xia tidak akan bisa menemukannya. Selama Pinting ditahan di tempat lain kecuali Kediaman Suami Ratu, para penjaga tidak akan tahu keadaan tubuhnya dan penjagaan akan sedikit mengendur, artinya akan lebih mudah untuk melarikan diri. Tapi, dari kata-kata Yaotian sepertinya yang akan terjadi bukan seperti itu.

 

Ratusan pemikiran bermunculan di kepala Pingting dalam sekejab, tapi tidak satupun dari mereka terlihat di wajah Pingting. Dan ia menjawab dengan tenang, “Pingting seorang yatim-piatu. Rumah yang mana?”

 

Yaotian masih tersenyum, “Kalau begitu anggap saja Kediaman suamiku ini sebagai rumahmu, bukankah itu gagasan yang baik?”

 

Sepertinya ada maksud lain dibalik kata-katanya, karena jelas terdengar, sangat mencurigakan.

 

Setelah mendengarnya Pingting memikirkan banyak kemungkinan. Ia menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya dan tertawa pada Yaotian, dan menatap matanya. Mereka berdua saling bertatapan menyelidiki pikiran masing-masing, sampai akhirnya mereka saling mengerti.

 

Yaotian memiliki rencana untuk membuat Pingting pergi.

 

Bagaimana caranya?

 

Tapi sekarang bukan saatnya untuk berpikir. Waktunya sangat mendesak, dan tidak ada kesempatan kedua seperti ini. Pingting mengatupkan giginya, berdiri dari kursinya lalu ia berlutut tanpa peringatan dan juga penjelasan, “Tolong Putri membuat keputusan untuk Pingting.”

 

Yaotian yang sedang duduk di kursinya membalas dengan ringan, “Membuat keputusan apa untukmu? Apa suamiku telah menyakitimu?”

 

“Tuan Muda memperlakukan Pingting dengan sangat baik, meskipun Tuan Muda berusaha mengembirakan Pingting, Tuan Muda tidak tahu keinginan Pingting yang sebenarnya.”

 

“Keinginanmu?”

 

“Pingting… selalu berharap bisa hidup bebas, bebas dari segala masalah dunia.” Pingting menoleh ke atas, suaranya sangat sedih. “Kediaman Suami Ratu ini memiliki segalanya, tapi dari seluruh dinding yang indah terasa seperti sebuah sangkar yang sangat besar bagi Pingting.”

 

Yaotian mengerutu, “Kau ingin pergi?”

 

“Benar, mohon Tuan Putri mengabulkan permohonan Pingting.”

 

“Kau seseorang yang sangat diperhatikan suamiku. Bagaimana aku bisa menjelaskan padanya, kalau aku telah membiarkanmu pergi, ketika ia kembali nanti?”

 

“Putri dan Suami adalah keluarga. Dengan cinta antara suami istri apa masih diperlukan penjelasan?” Pingting menjawab dengan cerdas, “Tuan Muda memanjakan Pingting dan membiarkan Pingting tinggal disini, tentu saja sangat wajar bila suatu saat, Tuan Muda juga mengijinkan Pingting pergi. Suami dan istri tentu memiliki pemikiran yang sama, Tuan Putri menyetujui kepergian Pingting karena pemikiran Putri sama dengan Tuan Muda. Bagaimana mungkin Tuan Muda menyalahkan Putri? Putri, tolong kabulkan permohonan Pingting.” Pingting membungkuk sangat rendah.

 

Tidak ada suara sama sekali dari arah atas, tapi Pingting bisa merasakan tatapan Yaotian yang memandang punggungnya.

 

Keharuman khan Gui Li terasa menyebar di dalam ruangan, berputar dan menari dalam ruangan yang sunyi diantara orang-orang itu.

 

Setelah jeda lama, suara Yaotian akhirnya terdengar dari atas kepalanya, “Kita berdua adalah wanita, aku tidak akan mempersulitmu meskipun kau mengatakan hal yang sebenarnya. Kau ingin kembali pada Chu Beijie, benar? Ketika kau pergi dari sini, kau kembali ke tempat pria itu, aku benar bukan?”

 

Pingting mengelengkan kepalanya dengan kuat, membuka matanya dan menggatupkan giginya. “Apakah Putri tidak tahu bagaimana Pingting bisa berakhir di Yun Chang? Apakah Pingting seseorang yang tidak terhormat dan akan mempermalukan dirinya sendiri dengan kembali ke tempat pria itu?”

 

Yaotian diserang balik oleh Pingting dengan kemarahannya dan ia berkata dengan sedikit melembut, “Jangan marah, aku sama sekali tidak mencurigaimu, hanya saja masih ada hal yang sulit diucapkan. Bangunlah dulu, kita akan membicarakannya.” Yaotian membantu Pingting bangun dan berkata dengan pelan, “Chu Beijie telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang perbatasan Yun Chang, negaraku, karena dirimu. Apakah Chu Beijie akan percaya kalau benar-benar telah pergi? Aku takut kalau ia salah sangka dan berpikir kalau kami secara diam-diam, telah membunuhmu.”

 

“Putri tidak perlu khawatir.” Pingting segera menjawab, “Biarkan Pingting menulis sebuah surat dan sampaikan pada Chu Beijie, jadi ia akan tahu kalau Pingting telah pergi dari Yun Chang.”

 

“Iya itu yang terbaik.”

 

Ekspresi kegembiraan muncul di wajah Pingting dan ia terlihat terkejut, “Jadi Putri akan mengijinkan Pingting pergi?’

 

Yaotian menghela napas. “Apa lagi yang bisa kulakukan? Suamiku akan turut gembira kalau ia tahu kau hidup dengan baik. Bukannya tanpa pertimbangan… tapi bagaimana mungkin aku tidak memilih jalan terbaik untuk menghentikan peperangan besar? Kapan kau berencana pergi?”

 

“Secepat mungkin!” Zuiju berkata. Ia mendengarkan percakapan mereka berdua dan merasa bergairah seperti hujan musim panas akhirnya turun setelah ratusan tahun kemarau panjang. Ia tidak mampu menahan rasa gembiranya sehingga menyela percakapan mereka. Ketika menyadari kalau Pingting dan Putri Yaotian sedang menatap kearahnya ia segera menundukan kepalanya dalam-dalam dan diam.

 

“Ia pelayan Pingting, namanya Zuiju.”

 

Yaotian memperhatikan Zuiju dengan kedua matanya. “Katakan, mengapa harus secepat mungkin?”

 

Jantung Pingting berhenti berdetak beberapa kali. Tentu saja alasan sebenarnya tidak mungkin dikatakan, tapi kalau ia berbohong, akan tampak tidak menyakinkan di mata Yaotian, seorang Putri yang telah menghadapi banyak pejabat untuk menangani masalah-masalah negara. Pertanyaan Yaotian jelas ditujukan pada Zuiju. Kebohongan jelas akan terlihat kalau Pingting segera menyelanya.

 

Kalau Zuiju tidak menjawab dengan alasan yang tepat, Yaotian akan semakin curiga, dan kesempatan mereka menghilang.

 

Pingting melihat Zuiju dengan khawatir.

 

Zuiju memikirkan ucapan Yaotian dengan keras. Lalu ia menjawab dengan tidak membalas balik, “Tentu saja harus secepat mungkin, Kediaman ini terlalu kaku, membeli pemerah pipi saja sungguh sulit. Seluruh pelayan bahkan yang berada di Kediaman besar, ingin pergi keluar sewaktu-waktu. Ada begitu banyak benda menarik di pasar. Buah manisan, lemper nasi daging, atraksi-atraksi, bahkan pertunjukan monyet, semua bisa pergi, kecuali aku. Kudengar kalau di Yun Chang ada kedai yang membuat lukisan hanya dari kelopak bunga dan serbuk sarinya. Aku bertaruh pasti sangat menarik. Setelah tiba di Yun Chang, aku bahkan belum pernah keluar dari pintu besar itu satu kalipun.”

 

Pidato singkat itu mengalir keluar seperti manik-manik Kristal yang berjatuhan ke dalam mangkok giok. Terucap dengan jelas dan segar tanpa tergagap. Yaotian tertawa dan berkata, “Gadis bodoh.”

 

Pingting dan Zuiju menghela napas lega diam-diam.

 

Yaotian lalu bertanya pada Pingting, “Bagaimana menurutmu.”

 

Pingting menjawab dengan hati-hati, “Lebih baik, Putri yang memutuskan.”

 

Yaotian memperhatikan Pingting untuk sesaat, ekspresi lembut muncul di wajahnya. Setelah beberapa saat merasa ragu, akhirnya ia berkata, “Karena kau berkata seperti itu, maka secepat mungkin yang terbaik. Tulislah sebuah surat dan ikut bersamaku naik kereta. Aku akan membawamu sampai pintu gerbang ibukota.”

 

Zuiju segera mengambil kertas, kuas dan tinta.

 

Pingting berjalan ke meja dan merapikan sebuah kertas di atasnya. Ia menekan kuas ke dalam tinta, mengangkat tangannya di udara, tiba-tiba ia berhenti dan sebuah kesedihan melintas di wajahnya. Ia tidak juga menurunkan tangannya selama beberapa saat.

 

Zuiju mengerti apa yang sedang dipikirkan Pingting dan menunggu beberapa tarikan napas sampai ia tak sanggup lagi menunggu, “Nona?” ia bertanya pelan.

 

Pingting menjawab dengan menggigit bibirnya dan menurunkan tangannya untuk mulai menulis, tidak menunda lebih lama lagi, dan akhirnya ia menyelesaikan tulisannya. Ia dengan tulus menulis namanya di sudut lalu meletakan kuasnya.

 

Zuiju menjauhkan kuas dan tinta sementara Pingting dengan hati-hati meniup tulisan diatas kertas agar cepat kering dan menyegelnya. Ia menambahkan tanda tangannya di atas segel dan menyerahkannya pada Yaotian dengan kedua tangannya.

 

Surat sudah selesai di tulis, rasanya seperti meletakan Chu Beijie ke akhir.

 

Mereka berdua ingin meninggalkan Kediaman Suami Ratu sejak kedatangan mereka, dan mereka telah berpikir dan berupaya keras untuk itu. Tak lama kemudian, Zuiju telah selesai membereskan bawaan mereka.

 

Yaotian menunggu mereka membereskan barang-barang setelah itu memanggil pelayan. “Siapkan kereta, aku akan berangkat.”

 

Dengan sebelah tangan membantu Pingting, Zuiju membawa bawaan mereka di tangannya sebelahnya lagi.

 

Di pintu keluar halaman, semua penjaga di depan terkejut melihat sosok Pingting bersama Yaotian. He Xia telah pergi dengan membawa banyak penjaga yang berasal dari Kediaman Jin Anwang, para penjaga yang tersisa sebagian besar berasal dari Yun Chang. Mereka tahu itu adalah Tuan Putri Yaotian, Penguasa negara mereka sehingga mereka tidak berani menghentikannya. Tapi ada beberapa yang sangat berani berusaha untuk menghalangi dengan maju selangkah. Tapi mereka tidak berani berkata-kata setelah melihat tatapan tajam Yaotian pada mereka.

 

Para penjaga di Kediaman Suami Ratu menyaksikan Putri Yaotian membawa Pingting keluar dari pintu, ketika tiba-tiba mereka mendengar suara jernih seorang pria menyela, “Putri, tolong perlahan sedikit!”

 

Dongzhuo segera menghampiri datang dari dalam Kediaman, bersama kelompok kecil para penjaga. Ia berdiri setelah membungkuk memberi hormat pada Yaotian dan memandang Pingting. “Aku bertanya-tanya, kemana Putri akan membawa Pingting?”

 

“Gerbang ibukota.”

 

“Mengapa harus ke gerbang ibukota?”

 

Ekspresi Yaotian sangat wajar. “Pingting ingin pergi berjalan-jalan dan aku mengijinkannya.”

 

“Apakah Suami anda sudah tahu?”

 

“Aku akan memberitahunya ketika ia kembali.” Yaotian menjawab, “Tolong bergeserlah.” Sebagai Putri yang telah berurusan dengan masalah-masalah negara, kekuatan ucapannya sangat memberi pengaruh. Nada dingin suaranya membuat yang lain merasa takut.

 

“Putri, tolong maafkan hamba! Dongzhuo telah diperintahkan untuk oleh Suami Ratu untuk menjaga Kediaman ini. Di luar sangat berbahaya, tanpa perlindungan dari Suami Ratu, Pingting tidak diperbolehkan meninggalkan Kediaman.”

 

Yaotian menjawab dengan emosi, “Dan kau berani menentangku?”

 

Dongzhuo membungkuk tiga kali, tapi suaranya semakin keras. “Kalau Putri berniat membawa Pingting, tolong bunuh Dongzhuo terlebih dahulu.”

 

“Beraninya kau!” Yaotian berteriak, menantangnya lebih jauh.

 

Bagaimana mungkin seseorang bertindak begitu lancang pada seorang penguasa Yun Chang? Yaotian mengibaskan lengan bajunya dan para penjaga yang datang bersamanya dari istana, mengeluarkan pedang mereka dari sarungnya, bersinar dingin dan mengarah pada Dongzhuo beserta kawanannya.

 

Suasana sangat tegang.

 

Dongzhuo masih menolak untuk bergerak. Ia telah menerima perintah dari He Xia untuk menjaga Kediaman. Tak peduli apapun, ia tidak akan membiarkan Yaotian membawa Pingting pergi. Ia menaikan kepalanya untuk melihat ujung pedang yang tajam dan berkata dengan jernih, “Kalau Putri ingin membawa Pingting, tolong bunuh Dongzhuo terlebih dahulu.”

 

Yaotian sangat geram, ia menggertakkan giginya. Bagaimanapun, Dongzhuo adalah orang yang dibawa He Xia dari Kediaman Jin Anwang. Membawa Pingting sudah membutuhkan banyak usaha, dan kalau ia membunuh seorang pelayan kepercayaannya, bagaimana ia akan menjelaskan padanya? Ia mengerutu dan menjawab dengan dingin, “Bahkan suamiku tidak berbicara sekasar itu padaku. Keberanianmu sunggu luar biasa?”

 

Dongzhuo tidak takut pada Yaotian dan hendak membalas kata-katanya ketika ia mendengar suara Pingting yang terdengar akrab menyentuh telinganya. “Dongzhuo apa kau benar-benar akan menghentikanku?” suaranya sangat lembut dan membuat hati bergetar.

 

Atas banyak alasan yang tak terucapkan, sejak Pingting jatuh ke tangan He Xia, Dongzhuo telah sangat berusaha keras untuk tidak terlihat olenya.

 

“Pingting, aku…”

 

“Apa kau sungguh berhati sedingin itu?” suara Pingting sangat lemah. “Dongzhuo lihat aku.”

 

Dongzhuo malah menunduk semakin rendah.

 

Ia adalah salah satu orang yang ikut bersama He Xia ke Kediaman Zhen Beiwang yang terpencil di tengah gunung dan telah menyaksikan sendiri bagaimana He Xia memojokan Pingting sampai diluar batas kemampuannya menahan gelisah, merenggutnya dari sisi Chu Beijie.

 

He Xia telah menahannya di Kediaman ini dan menaikan statusnya sebagai Nyonya Rumah. Dongzhuo sangat takut dan ragu. Kalau kecemburuan He Xia pada Chu Beijie tidak menghilang, mungkin Pingting akan dipaksa menjadi gundiknya. Dengan harga diri Pingting yang begitu tinggi dan keangkuhannya, mungkin hasil akhirnya adalah kematian bagi Pingting.

 

Bagaimana mungkin teman bermain sejak kecil bisa begitu kejam pada yang lainnya?

 

Sejak pembunuhan terhadap Tuan dan Nyonya Besar Jin Anwang, ia semakin dan semakin tidak mengerti Tuan Mudanya, yang telah tumbuh bersamanya.

 

“Dongzhuo, anggat kepalamu dan lihat aku.”

 

Dongzhuo berbalik karena tatapan Pingting terasa sangat panas, seperti membakar kulitnya.

 

Begitu sakitnya sampai ia merasa kebal.

 

Melihat Dongzhuo tidak meresponnya, Pingting berjalan kearahnya, menyingkirkan pedang-pedang yang mengarah padanya. Pingting menggenggam tanngannya.

 

Sentuhan yang tiba-tiba, meskipun sangat lembut, membuat tubuh Dongzhuo merasa gembira.

 

“Apa kau masih ingat, malam itu ketika kau mengantar kepergianku?” Pingting bertanya sambil berbisik.

 

Dongzhuo merapatkan giginya, mengumankan beberapa kata setelah beberapa saat kemudian. “Iya, aku ingat.”

 

Itu setelah Raja Gui Li, He Su, memutuskan untuk menghabisi Kediaman Jin Anwang, tapi Pingting berhasil memaksa Chu Beijie menyetujui gencatan sejata terhadap Gui Li selama lima tahun. Itu sungguh pencapaian luar biasa, tapi karena kecurigaan He Xia, Pingting terpaksa pergi.

 

Di gelapan malam yang tak berujung, ia telah menyaksikan, sosok yang begitu kesepian pergi bersama kudanya.

 

Pingting menghela napas. “Mengapa aku harus tinggal kalau tidak perlu.” Pingting mengencangkan gengamannya pada tangan Dongzhuo, dan merendahkan suaranya. “Adikku sayang, biarkan kakakmu pergi sekali lagi yach.”

 

Sepertinya Dongzhuo sudah sekaku mayat. Ia tidak mampu menatap ekspresi Pingting. Lalu, sentakan ingatan keluar dari dalam hatinya.

 

Kedua tangan lembut yang mampu memainkan irama kecapi yang sangat indah, telah diseret ke medan peperangan, pertumpahan darah dan tidak ada lagi ketulusan.

 

Dongzhuo menaikkan kepalanya dan menatap mata Pingting. Ia lalu menarik tangannya dari Pingting, dan berbalik dengan kasar. Ia berkata pelan, “Aku tidak melihat apapun.”

 

Pingting sangat sedih tapi ia menatap Dongzhuo dengan tenang. Zuiju telah mendorong pinggang Pingting menuju pintu, ia berkata dengan gembira. “Cepatlah!” lalu membawa Pingting melewati pintu.

 

Yaotian tidak ingin meninggalkan kesan buruk di mata bawahan He Xia, maka diam-diam ia merasa lega dengan penyelesaian masalah ini, dan ia membiarkan para penjaganya keluar dari dari Kediaman ini.

 

Begitu mereka sudah siap, kereta dan kuda-kuda bersiap meninggalkan Kediaman Suami Ratu dengan gemuruh.

 

“Ini beberapa perak, gunakanlah untuk keperluan kalian.” Kereta Yaotian sudah dipersiapkan beberapa tas penuh uang dan ia memerintahkan Zuiju untuk membawanya dengan hati-hati. Ia menghela napas lembut dan beralih pada Pingting, “Hidup sebagai wanita bukan keberuntungan. Kalau bisa menjelajahi dunia dengan sebuah kereta sepanjang hidup, bebas seperti burung, maka kau jauh lebih tegar daripada aku.”

 

Pingting berusaha tersenyum. “Dengan Tuan Muda He Xia sebagai pendamping, bagaimana mungkin Putri tidak lebih tegar daripada Pingting?”

 

Yaotian tidak menyadari ia telah tersentuh oleh kata-kata Pinting. Ia hanya menghela napas lagi dan diam.

 

Mereka bertiga tetap diam, dalam kereta yang besar dan didekorasi indah. Mereka mendengarkan suara roda kereta yang berputar.

 

Tak lama kemudian kereta berhenti dan seseorang melaporkan dari balik tirai. “Putri, kita sudah tiba di gerbang ibukota.”

 

Pingting dan Zuiju segera kembali sadar, mereka menatap Yaotian, sambil merasa khawatir kalau-kalau Yaotian akan berubah pikiran.

 

Yaotian berkata dengan pelan, “Kalian boleh pergi.”

 

Pingting dan Zuiju berlutut padanya. “Terima kasih Putri.”

 

“Aku yang seharusnya berterimakasih atas suratmu. Dengan ini, kau telah menyelamatkan ribuan nyawa para penerus Yun Chang.” Yaotian terlihat sangat lelah dan ia mengibaskan tangannya sambil berkata, “Pergilan. Aku berharap yang terbaik untuk kalian, tanpa ada penderitaan lagi.”

 

Zuiju mengenggam erat barang bawaan mereka dengan satu tangan, dan tangan yang satunya lagi membantu Pingting turun dari kereta. Mereka berdua berdiri di gerbang ibukota, menyaksikan kereta menghilang di kejauhan, perlahan, seperti menghilang dari mimpi yang aneh.

 

Zuiju menegadah dan melihat matahari diatas, lalu beralih menatap jalan lebar berlumpur diluar gerbang ibukota. Suaranya penuh rasa tidak percaya ketika ia berbisik, “Aku tidak percaya, Putri benar-benar membiarkan kita pergi bahkan mengantarkan kita sampai ke gerbang ibukota.”

 

“Karena ada begitu banyak orang di gerbang ibukota, artinya akan ada begitu banyak orang yang bersedia memberi kesaksian, bahwa Pingting berjalan keluar dari gerbang ibukota atas keinginannya sendiri.”

 

Zuiju berhenti sebentar sebelum bertanya lagi, “Apa maksud Nona?” Otaknya lebih baik dari kebanyakan orang dan ia dengan cepat mempertimbangkan beberapa hal. Jantungnya mulai berdetak kencang dan ia menatap Pingting dengan rasa penuh ingin tahu.

 

Pinting sepertinya sudah mencium bahaya juga. Tapi wajahnya tetap tenang, “Masih terlalu cepat, belum saatnya untuk meninggalkan ibukota. Ayo kita lihat pasar Yun Chang yang tadi kau katakan pada Putri.”

 

Untuk keselamatan kehidupan kecil di dalam perutnya, ia harus sangat berhati-hati lebih daripada orang lain.

 

--00--

Home

novel, translate, klasik, cina, chinese, terjemahan, Indonesia